Terkait putusan hakim baik terdakwa dan jaksa menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya korupsi yang menjerat Gazali, Sahat dan Febrian terjadi di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut. Rentan waktunya terjadi Juli 2019 hingga Oktober 2020.
Awalnya, Sahat yang merupakan Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I/Bukit Barisan (BB) bertemu dengan Direktur Utama PT Perkebunan Sumatera Utara Gazali Arief (berkas terpisah).
Dari pertemuan itu, Gazali Arief membuat kesepakatan dengan Sahat. Isi perjanjian berupa mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet terkena penyakit (eradikasi) di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau. Lalu pada tanggal 11 Juli 2019 keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) No: 920 / Dir - RU / SKP / PT - PSU / 2019.
Dalam pembersihan lahan, dilakukan pengerukan tanah. Dalam hal ini terdakwa Sahat mengajak saksi Febrian Morisdiak Bate’e (berkas terpisah), selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB) untuk menyediakan peralatan alat berat berupa excavator sebanyak dua unit.
Ternyata dari kerjasama ketiganya mereka menjual tanah yang telah dikeruk kepada pengembang jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura-Kuala Tanjung. Adapun pengembangnya PT PP Presisi, PT Hutama Karya dan PT Waskita melalui vendor-vendor.
Tanah tersebut sendiri dikeruk dari kurun waktu tahun 2019 sampai dengan 2020. Total tanah yang sudah dikeruk mencapai 2.980.092 kubik
Bila dikonversi ke satuan mata uang rupiah dengan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubik nya maka kerugian PT PSU mencapai Rp 52.151.617.822 atau Rp 52 miliar lebih. Namun berdasarkan fakta persidangan hakim menyebut kerugian negara yakni Rp 34 miliar lebih.
Editor : Ismail