Hamada San adalah diplomat senior Jepang yang sudah puluhan tahun bertugas di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia, salah satunya adalah karena kisah yang akan dia ceritakan
kepada saya.
Karena itulah dia tidak mau pindah-pindah tugas dan tetap berada di Indonesia hingga puluhan tahun.
Sebelum Hamada San bercerita dengan beberapa bekal nama Laksamana Maeda, Nakasima (Nakajima San), Raja Faisal dan Muhammad Natsir, saya teringat peristiwa 10 tahun lampau, tentang faksimil PM Jepang Keiici Miyazawa.
Kepada Hamada San, saya ceritakan tentang bunyi faks ucapan duka cita dari PM Jepang Miyazawa tersebut. “Ada cerita apa sehingga PM Miyazawa sampai membuat ucapan duka sedemikan dramatis dan dahsyat begitu”?.
Hamada San semakin tajam memandang saya, lalu sedikit meninggikan suaranya. “Kamu baca ucapan duka cita PM Miyazawa itu? Kamu benar-benar murid Pak Natsir kalau gitu, tidak salah dan kamu tidak bohong bahwa kamu adalah murid Pak Natsir, karena tidak banyak yang tahu hingga menyimpan memori selama itu hingga 10 tahun kamu masih ingat bunyi ucapan duka cita itu,” demikian kata dia.
Akhirnya, Hamada San bercerita. Jepang pada waktu itu mengalami situasi sulit akibat embargo minyak bumi.
Industri Jepang hampir kolaps. Semua industri butuh bahan bakar dari minyak bumi, tapi Jepang di embargo oleh Amerika Serikat (AS).
Berbagai upaya dilakukan pemerintah Jepang untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, tapi embargo Amerika membuat semua negara tidak ada yang berani menjual minyak ke Jepang.
Untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, Laksamana Maeda menyarankan melakukan melakukan lobi internasional.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta