TOKYO, iNewsMedan.id - Kepala Sekolah SMP di Jepang dilaporkan mendapat sanksi pemecatan lantaran mencuri kopi di swalayan. Ia tertangkap basah membayar kopi ukuran kecil, tetapi menekan tombol dengan volume yang lebih banyak.
Pria 59 tahun yang identitasnya tak disebutkan itu ditangkap polisi di Takasago setelah dilaporkan pelayan toko swalayan. Pelayan memergokinya menekan tombol kopi untuk porsi besar meski membayar untuk gelas ukuran kecil di mesin yang dioperasikan secara mandiri.
Tak banyak cakap, pelayan menelepon polisi untuk melaporkan pria tersebut.
Surat kabar Asahi Shimbun melaporkan, peristiwa itu terjadi di sebuah swalayan Kota Takasago pada 21 Desember. Dia bukan hanya dipecat dan uang pensiunnya tak dibayarkan, tapi izin mengajarnya juga dicabut.
Sementara uang pensiunnya diyakini sekitar 20 juta yen atau sekitar Rp2,078 miliar.
Berdasarkan pengakuan kepada pejabat dewan prefektur, sang kepala sekolah mengaku menyesali perbuatannya. Kopi ukuran biasa di toko dibanderol 110 yen atau sekitar Rp11.400, sementara pilihan yang lebih besar 180 yen (Rp18.700).
Dia mengaku mengisi gelasnya untuk porsi yang lebih besar, meski membayar untuk ukuran lebih kecil. Bahkan perbuatan itu bukan kali pertama, melainkan ketiga kali saat dipergoki.
Sementara itu jaksa memutuskan tidak mendakwa sang kepsek setelah menerima berkas dari kepolisian dengan tuntutan pencurian.
Para pengamat juga mempertanyakan keputusan dewan prefektur terkait hukuman sadis yang dijatuhkan kepada pria tersebut. Mereka menilai hukuman itu seperti 'eksekusi mati', tak seimbang dengan pelanggaran yang dilakukan.
Profesor dari Universitas Perempuan Jepang, Takashi Sakata, mengatakan hukuman tersebut sangat berat karena kerugian yang ditimbulkannya kecil.
Pencabutan izin mengajar dan pembatalan uang pensiun memiliki dampak jauh lebih besar dibandingkan kerugian. Dia meminta dewan prefektur menangani masalah ini dengan hati-hati.
Seorang pejabat dewan mengatakan, hukuman itu dijatuhkan dengan pertimbangan sang kepala sekolah sudah melakukan pelanggaran beberapa kali, bukan soal nominal atau kerugian yang diderita toko.
Pemecatan dianggap sebagai hukuman yang pantas untuk pelanggaran yang dilakukan berulang kali, dengan melihat kasus-kasus sebelumnya serta tindakan indisipliner.
Pemecatan merupakan sanksi paling berat terhadap pegawai negeri sipil di Jepang. Di bawahnya adalah skorsing, pemotongan gaji, dan teguran.
Editor : Odi Siregar