get app
inews
Aa Read Next : AXA Mandiri Memperkuat Implementasi ESG di Setiap Aktivitas Perusahaan

Potret Suram Pesisir Sumatera Utara, Antara Deforestasi dan Perubahan Iklim

Jum'at, 06 Oktober 2023 | 13:26 WIB
header img
Abrasi di Pantai Labu, Sumatera Utara. (Foto: Istimewa)

Upaya Penanaman Mangrove

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, Yuliani Siregar menjelaskan, berdasarkan data dari Peta Mangrove Nasional KLHK RI pada Tahun 2021 luas eksisting mangrove di Sumatera Utara seluas 57.490 Ha dengan luas hutan mangrove yang mengalami degradasi seluas 29.418 Ha.  

"Penyebabnya terabrasi oleh air laut, lahan terbuka akibat perambahan, alih fungsi lahan menjadi tambak, pemukiman dan kebun sawit," katanya. 

Upaya penanganan yang sudah dilakukan di antaranya kegiatan rehabilitasi mangrove berupa kegiatan penanaman, penyuluhan dan patroli yang dilaksanakan oleh UPT KPH setempat yang memiliki kawasan mangrove. Penanaman mangrove yang telah dilaksanakan di Sumatera Utara baik oleh UPT KPLHK, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Instansi terkait. 

"Hingga tahun 2022 mencapai 8.272 Ha yang tersebar di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kota Tanjung Balai," katanya.

Kepala Kelompok Kerja Rehabilitasi Mangrove (Pokja RM) Wilayah Sumatera, Giri Suryanta mengatakan, selama ini yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove di antaranya peralihan fungsi menjadi tambak, perkebunan, dan perambahan. Dilihat dari target indikatif percepatan rehabilitasi mangrove (PRM), hutan mangrove Sumatera Utara selaus 57.490 ha sedangkan luas hutan mangrove potensial atau yang rusak seluas 29.417 ha. 

Tahun 2022, provinsi ini punya target rehabilitasi seluas 13.357 Ha namun baru terealisasi 373 Ha. Dikatakannya, dalam pemetaan istilah eksisting untuk menunjukkan kawasan mangrove yang masih ada vegetasinya baik rapat, sedang maupun jarang. "Sementara tipologi potensial, itu kawasan yang sudah tidak ada mangrovenya dan wujud penggunaannya sudah beralih fungsi misalnya tambak, tanah terbuka, pemukiman, dan lain sebagainya. Jadi mangrove mengalami kerusakan, terabrasi. Itu kita kategorikan potensial mangrove," katanya. 

Target rehabilitasi seluas 13.357 Ha itu dengan asumsi jika pendanaan cukup. Selama ini, memang program itu dianggarkan dari APBN meskipun pihaknya yakin bahwa itu tidak akan cukup. "Kita tidak tidak menutup diri dengan sumber pendanaan lain non APBN. Ini sedang di-arrange untuk dana asing, dari Bank Dunia, yang akan masuk sedang proses," katanya. 

Sumatera Utara, termasuk dalam 9 provinsi yang menjadi prioritas rehabilitasi mangrove bersama dengan Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat yang difasilitasi Badan Rehabilitasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Pokja RM bertanggung jawab untuk mengelola dan merehabilitasi ekosistem mangrove di Indonesia. Pokja rehabilitasi mangrove terdiri dari berbagai instansi pemerintah, lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat pesisir yang berkepentingan dengan konservasi dan restorasi mangrove di bawah koordinasi BRGM. 

Potret Mangrove Lestari, Nelayan Berseri

Di luar potret kerusakan mangrove itu, di ujung Jalan Young Panah Hijau, Gang Tower, Labuhan Deli, Medan Marelan memberi contoh yang baik bagaimana mangrove yang lestari memberi manfaat bagi banyak orang. 

Seorang pria bernama Selamat mengajak naik ke perahu sembari bercerita kondisi tempatnya menggantungkan hidup dari tangkapan di pesisir. Dia menegaskan, meskipun tinggal di dekat laut, orang tuanya bukanlah pelaut, melainkan petani. Sekitar tiga ratus meter dari pondoknya, dia menghentikan perahunya di bawah tower listrik.


Selamat, nelayan di Panah Hijau. (Foto: Istimewa)

"Di titik ini, dulunya adalah sawah. Orang tua saya adalah petani padi, di sini ini lah sawahnya, pas dekat dengan tower ini," katanya.

Wilayah yang kini berair itu dulunya areal persawahan dan daratan yang ditanami kelapa. Tahun 1978, ada pembangunan tower listrik dan pembuatan parit. Pada saat itu lah air asin masuk ke areal persawahan dan daratan. Petani saat itu tak bisa berbuat banyak meski tak lagi bisa menanam padi. 

"Masuknya air asin secara perlahan sehingga tidak bisa bercocok tanam padi dan kelapa jadi sekarang ini inilah yang bisa tumbuh di wilayah ini hutan-hutan di sini," katanya.

Dengan kondisi yang terjadi, masyarakat pun mulai meninggalkan wilayah itu. Kemudian masuk tambak udang dan ikan di tahun 1980-1990-an. Tak berlangsung lama dan ditinggalkan begitu saja sehingga tandus. Sejak 7-8 tahun yang lalu, beberapa orang yang sadar dengan kondisi lingkungannya mulai berbenah dengan menanami mangrove. Masyarakat itu membentuk kelompok tani. Setelah mangrove berhasil tumbuh dengan baik, nelayan tradisional mulai bisa mengambil manfaatnya.

"Adanya hutan mangrove ini sekarang gampang dapatnya. Penghasilan lainnya ya dari budidaya kerang. Kalau kerang ini tidak merusak mangrove, tidak seperti tambak. Jadi kami rasakan betul manfaat mangrove ini," katanya.

Adalah Wibi Nugraha, penerima penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada Maret 2023 dan Juara terbaik 1 Nasional Wana Lestari 2019 Kader Konservasi Alam Nasional itu mengatakan upaya restorasi mangrove ini hanya bisa dilakukan bersama-sama. 

Tahun 2020 dia bersama anggota Polri yang bertugas di Polairud Polda Sumut, Abdul Kadir Nasution dan juga anggota kelompok tani melakukan penanaman secara swadaya. Penanaman mangrove dilakukan setiap hari. Bibitnya pun dicari menggunakan perahu.  


Wibi Nugraha, penerima penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada Maret 2023. (Foto: Istimewa)

"Perjuangan kawan-kawan dari kelompok tani, kelompok mangrove di sini, hasilnya menurut saya sangat memuaskan tinggal bagaimana pihak-pihak di luar memberikan kesempatan ataupun kepercayaan kepada Kelompok Tamba Deli untuk membantu mereka merealisasi merestorasi hutan mangrove. Ikan, kepiting dan udang udah mudah didapat, beda dengan beberapa tahun lalu. Manfaat mangrove sangat dirasakan," katanya.

Hingga kini sekitar 40 hektare lahan yang dulunya tambak terbengkelai berubah menjadi hutan mangrove yang kondisinya terjaga. Masyarakat yang dulunya enggan menanam mangrove kini merasakan manfatnya dan mulai menanam sendiri.

Editor : Odi Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut