JAKARTA, iNewsMedan.id - Masjid Raya Al Mashun Medan merupakan salah satu jejak kejayaan Kesultanan Deli. Rumah ibadah ini berada di Jalan Masjid Raya, Kota Medan, Sumatera Utara.
Masjid Raya Medan ini dibangun pada 1906 dan selesai di tahun 1909. Awal pendiriannya, masjid ini merupakan bagian dari kompleks Istana Maimun.
Saat ini, Masjid Raya Al Mashun merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Medan. Masjid ini juga masih menjadi tempat ibadah bagi umat Muslim.
Secara lokasi, Masjid Raya Al Mashun pada sisi timur menghadap ke Jalan Sisingamangaraja. Kemudian sisi utara menghadap ke Jalan Masjid Raya.
Gaya arsitekturnya memadukan unsur Timur Tengah, India dan Spanyol. Masjid ini berbentuk segi delapan dan memiliki sayap di bagian selatan, timur, utara dan barat.
Dikutip dari Indonesia.go.id, Masjid Raya Al Mashun merupakan warisan kemasyhuran Kesultanan Deli. Masjid ini dirancang arsitek Belanda Theodoor van Erp yang juga merancang Istana Maimun, tetapi kemudian prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Keberadaannya tepat di jantung Kota Medan, sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatra Utara.
Awalnya, Sultan Ma'mun ingin mewujudkan sebuah masjid yang megah karena menurutnya hal itu lebih utama dibandingkan kemegahan istananya yang telah berdiri sejak 1888.
Mengutip penelitian yang dilakukan Achy Askwana dari Universitas Sumatra Utara berjudul 'Analisis Karakteristik Ornamen di Masjid Raya Al-Mashun Medan' Sultan Ma'mun memiliki kemampuan keuangan lebih karena saat itu permintaan ekspor tembakau Deli sedang meningkat.
Kondisi itu membuat Sultan Deli berkeinginan membangun fasilitas-fasilitas penting untuk kemajuan Kesultanan Deli. Pembangunan Masjid Raya Al-Mashun Medan menghabiskan biaya sebesar 1 juta gulden yang ditanggung Kesultanan Deli.
Namun dikutip dari Tengku Luckman Sinar dalam Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur (2006), dana pembangunan masjid ini juga dibantu seorang saudagar dari etnis Tionghoa bernama Tjong A Fie.
Pembangunan masjid ini selesai pada 1909 dan digunakan pertama kali untuk salat Jumat pada 10 September 1909 atau bertepatan dengan 25 Sya’ban 1329 Hijriah.
Ketika sudah berdiri dan resmi digunakan, Masjid Raya Al Mashun tampak megah serta memiliki sayap di sisi selatan, utara, timur, dan barat.
Sekilas, model bangunan Masjid Raya Al Mashun mengingatkan akan Masjid Raya Banda Aceh. Keempat bangunan sayap Masjid Raya Al Mashun ini mempunyai beranda dilengkapi pintu masuk dan tangga hubung karena antara pelataran dengan lantai utama masjid posisinya ditinggikan.
Bangunan masjid terbagi menjadi ruang utama, tempat berwudu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat salat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada bagian mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing.
Jendela-jendela besar mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri unik dan akan memancarkan warna menarik ketika terkena sinar matahari. Ornamen dengan nilai estetika tinggi tecermin pada bagian dalam masjid seperti di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan dan kaligrafi Islam.
Masjid ini juga masih menyimpan mushaf Alquran tua berusia ratusan tahun yang dipajang di pintu masuk untuk jemaah laki-laki. Mushaf terbuat dari kertas kulit yang sangat tua, dibuat di Timur Tengah.
Walaupun merupakan tulisan tangan dan berusia tua, kitab suci ini tersebut masih utuh dan ayat-ayat yang tertera di dalamnya masih jelas untuk dibaca.
Artikel ini telah terbit di halaman iNewsSumut.id dengan judul Sejarah Masjid Raya Al Mashun Medan, Warisan Kemasyhuran Kesultanan Deli
Editor : Odi Siregar