MEDAN, iNewsMedan.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan menolak rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) yang akan disahkan pemerintah. Salah satunya terkait kerja jurnalis.
Penolakan RKUHP tersebut dilakukan AJI Kota Medan dengan melakukan aksi unjuk rasa di bundaran Jalan Gatot Subroto, Medan Senin (5/12/2022) sore.
Dalam rancangan RKUHP, AJI Kota Medan menyoroti ada 17 pasal yang dianggap mengekang kerja jurnalis jika RKUHP disahkan pemerintah.
Ketua AJI Kota Medan, Cristison Sondang Pane mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah berencana akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat.
"Padahal, pasal-pasal di dalam rancangan tersebut masih banyak bermasalah, termasuk bagi komunitas pers," katanya.
AJI Indonesia mencatat, bahwa terdapat 17 pasal yang tidak berpihak pada kerja-kerja jurnalis, termasuk di antaranya pasal 263 RKUHP tentang Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
"Di mana isi dari pasal tersebut menyebut setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," terang Cristison.
"Lalu, setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.l," tegasnya.
Tak hanya menyoroti pasal 263, kata Ketua AJI Kota Medan itu ada pasal lain yang turut menjadi permasalahan yakni, pasal Pasal 264.
"Jika kita lihat isinya yakni, setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III," ungkapnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, AJI menilai pasal ini harus diuji dengan mekanisme khusus hukum pers, terutama dengan memanfaatkan hak jawab dan hak koreksi (sesuai dengan standar dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers).
Editor : Odi Siregar