Ia mengatakan, mengacu pada profil Irjen Ferdy Sambo yang masuk kategori Pejabat Utama atau PJU Mebes Polri, sulit diterima akal sehat Sambo tidak melaporkan tewasnya Brigadir J dirumah dinasnya kepada Kapolri dan PJU Mabes Polri yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari TKP rumah dinas Ferdy Sambo.
Jika Ferdy Sambo tidak melaporkan peristiwa dirumah dinasnya itu kepada Kapolri, ujar Sahat, maka bisa dikatakan Kapolri dan jajaran PJU Mabes Polri kecolongan.
"Mestinya Kapolri dan para PJU tahu peristiwa itu. Jangankan kematian personil Polri ditempat yang penting (rumah dinas perwira tinggi), jarum jatuh di Aceh hingga Papua pun, Kapolri dan PJU Mabes Polri harusnya tahu," ujar Sahat.
Sahat menduga pengaruh Ferdy Sambo luar biasa besar ditubuh Polri sehingga Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim, Kabaintelkam dan PJU Mabes Polri tidak mengetahui kematian personil Polri dirumah dinas perwira tinggi.
"Apakah Kapolres Jakarta Selatan, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran melaporkan peristiwa itu kepada Kapolri. Jarak TKP dengan Mabes Polri hanya sekitar 6 kilometer dan peristiwa penembakan terjadi pada hari kerja yakni Jumat sesuai penjelasan polisi," ujar Sahat.
Sahat mendesak, momentum penyidikan kematian Brigadir J seharusnya dijadikan titik masuk oleh Presiden Joko Widodo melakukan pembersihan dan pembenahan institusi Polri agar kepercayaan publik kepada Polri bisa kembali pulih.
"Ini bukan lagi sekedar pengaruh Ferdy Sambo karena dia perwira tinggi yang power full karena selain Kepala Divisi Propam juga Kepala Satuan Tugas Khusus. Ini soal perkubuan dan kelompok - kelompok yang ada dalam tubuh Polri. Ini akan jadi bom waktu kalau tidak dituntaskan," ujar Sahat.
Editor : Odi Siregar