JAKARTA, iNewsMedan.id - Perkembangan penyidikan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J memasuki babak baru usai autopsi ulang dilakukan di RS Sungaibahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022).
Setelah Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer (E) ditetapkan sebagai tersangka, penyidik menetapkan tersangka kedua Brigadir Ricky Rizal dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan pasal 56 KUHP.
Terbaru, Menteri Koordintor Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Mahmodin menyebut ada tersangka baru dalam kasus tewasnya Brigadir J. Namun Mahfud tak menyebut siapa tersangka ketiga, setelah Polri menetapkan Bharada E dan Brigadir Ricky Rizal sebagai tersangka.
"Tersangkanya sudah tiga. Tiga itu bisa berkembang dan pasalnya itu 338, 340 yang baru ya, pembunuhan berencana,” kata Mahfud di Istana Presiden, Jakarta, kemarin.
Menanggapi perkembangan penyidikan kematian Brigadir J, Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang, mengatakan, penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka belum akan menyelesaikan masalah yang ada di institusi Polri saat ini.
"Saya dikabari, katanya hari ini Selasa keramat Irjen Sambo jadi tersangka," kata Sahat Simatupang, Selasa (9/7/2022) siang.
Sahat mengatakan, jika pun Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka, namun Presiden Joko Widodo dan Kapolri tidak melakukan pembersihan dan pembenahan Polri, maka peristiwa serupa Brigadir J (pembunuhan dan rekayasa kematian) bisa terulang kembali.
Ia mengatakan, mengacu pada profil Irjen Ferdy Sambo yang masuk kategori Pejabat Utama atau PJU Mebes Polri, sulit diterima akal sehat Sambo tidak melaporkan tewasnya Brigadir J dirumah dinasnya kepada Kapolri dan PJU Mabes Polri yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari TKP rumah dinas Ferdy Sambo.
Jika Ferdy Sambo tidak melaporkan peristiwa dirumah dinasnya itu kepada Kapolri, ujar Sahat, maka bisa dikatakan Kapolri dan jajaran PJU Mabes Polri kecolongan.
"Mestinya Kapolri dan para PJU tahu peristiwa itu. Jangankan kematian personil Polri ditempat yang penting (rumah dinas perwira tinggi), jarum jatuh di Aceh hingga Papua pun, Kapolri dan PJU Mabes Polri harusnya tahu," ujar Sahat.
Sahat menduga pengaruh Ferdy Sambo luar biasa besar ditubuh Polri sehingga Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim, Kabaintelkam dan PJU Mabes Polri tidak mengetahui kematian personil Polri dirumah dinas perwira tinggi.
"Apakah Kapolres Jakarta Selatan, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran melaporkan peristiwa itu kepada Kapolri. Jarak TKP dengan Mabes Polri hanya sekitar 6 kilometer dan peristiwa penembakan terjadi pada hari kerja yakni Jumat sesuai penjelasan polisi," ujar Sahat.
Sahat mendesak, momentum penyidikan kematian Brigadir J seharusnya dijadikan titik masuk oleh Presiden Joko Widodo melakukan pembersihan dan pembenahan institusi Polri agar kepercayaan publik kepada Polri bisa kembali pulih.
"Ini bukan lagi sekedar pengaruh Ferdy Sambo karena dia perwira tinggi yang power full karena selain Kepala Divisi Propam juga Kepala Satuan Tugas Khusus. Ini soal perkubuan dan kelompok - kelompok yang ada dalam tubuh Polri. Ini akan jadi bom waktu kalau tidak dituntaskan," ujar Sahat.
Ia menambahkan, jika melihat 275 personil di Satgassus yang dibentuk pada masa Kapolri Tito Karnavian melalui Sprint/68/6 Maret 2019, mereka menjadi kelompok elit dalam tubuh Polri hingga saat ini. Terkesan, sambung Sahat, Satgassus mengambil alih kerja - kerja penyidik.
"Satgassus jadi super power. Padahal dasar mereka semua bekerja adalah sama yakni UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Anehnya Komisi III DPR kenapa mendiamkan ini," ujarnya.
Dasar hukum pembentukan Satgassus mulai masa Kapolri Tito Karnavian, Idham Azis hingga Listyo Sigit Prabowo, sambung Sahat sebenarnya sudah tercantum dalam tugas pokok dan fungsi Polri dalam penyelidikan dan penyidikan.
"Jadi tugas penyidik di Polsek, Polres dan Polda tidak boleh direduksi oleh Satgassus dengan alasan kasus-kasus yang jadi atensi pimpinan. Mestinya dalam penanganan kasus besar atau perkara yang menarik perhatian publik yang dilakukan adalah supervisi penyidik Polsek, Polres dan Polda, bukan menarik perkaranya ke Satgassus. Coba perhatikan di media sosial, begitu peristiwa kematian Brigadir J dikaitkan-kaitkan netizen dengan judi online, polisi didaerah menyikat tempat judi online. Ternyata bisa kok," ujar Sahat.
Perhimpunan Pergerakan 98, sambung Sahat, berkepentingan menjaga Polri karena pemisahan Polri dari ABRI agar profesional sebagai penegak hukum dan tidak diintervensi kekuatan politik manapun adalah salah satu usulan para aktivis mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.
"Kami akan menjaga Polri agar profesional dan tidak diintervensi kepentingan politik serta tetap menjaga jarak dengan kepentingan politik manapun," ujar Sahat.
Editor : Odi Siregar