Tokoh militer Indonesia, Jenderal Maraden Saur Halomoan Panggabean, merupakan sosok yang disegani oleh kawan dan kawannya.
Sederet pengalaman tempurnya di dunia militer dan di pemerintahan sudah pernah dirasakannya. Tokoh Batak ini pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan II serta Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan III. Selanjutnya pada tahun 1983—1988, menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Dikutip dari Wikipedia, Maraden lahir di Hutatoruan sebuah kampung yang terletak di lembah Silindung yang berjarak tujuh kilometer dari Tarutung ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara.
Ayahnya bernama Marhusa, gelar Patuan Natoras dengan marganya adalah Panggabean dan ibunya bernama Katharina br Panjaitan. Maraden adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara.
Maraden Panggabean memulai karier militernya saat ia bergabung dengan Organisasi Kelaskaran Pemuda Sosialis Indonesia sebagai komandan pasukan. Lalu dia bergabung dalam Tentara Republik Indonesia yang nantinya kelak berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Saat itu Maraden berpangkat kapten serta diberi jabatan sebagai Kepala Staf Batalyon I pada Resimen IV Divisi X Tapanuli Utara hingga pada puncaknya menjadi Menhankam/Panglima ABRI 1973-1978.
Nah pada saat masih berdinas sebagai tentara ada kisah menarik yang belum banyak diketahui banyak orang.
Pada Februari akhir 1959 Komandan Batalion 104 Waringin Brigade Tapanuli, TT I Bukit Barisan Mayor Maraden Panggabean mendapat perintah untuk memindahkan pasukannya.
Maraden dalam otobiografinya, Berjuang dan Mengabdi mengisahkan masa lalunya. “Agar Batalion 104 berangsur-angsur dipindahkan ke Pematangsiantar, dengan tugas khusus mengambilalih tugas pengamanan daerah Simalungun dari eks Batalion Pengamanan NST, pimpinan Kapten Bisara Sinaga. Dalam tugas tersebut termasuk pembersihan jalan Pematangsiantar-Parapat dari gangguan dan perampokan gerombolan liar Simarmata, eks BHL (Barisan Harimau Liar) yang diusir dari daerah perbatasan Riau-Tapanuli Selatan,” sebut Maraden dalam otobiografinya itu.
“Setiap batalion ditugaskan mengadakan patroli di wilayah masing-masing untuk memberantas kaum pengacau yang dimotori oleh sisa-sisa Barisan Harimau Liar itu,” tulis biografi istri Maraden yang ditulis Herry Gendut Janarto, Matiur M. Panggabean, Bunga Pansur dari Balige: Pengabdian dan Keteguhan.
Editor : Odi Siregar