Lebih lanjut Adi Mansar menyatakan sebelum ijin keluar tidak ada sosialisasi dari pihak manapun dan salah satu pertimbangan hasil peninjauan lapangan telah terekam bahwa ada asset berupa sawit di atas areal tersebut yang wajib di selesaikan dahulu oleh pihak pengaju ijin. Tetapi hal tersebut dilanggar oleh pihak pengaju ijin dan akibatnya ijin tersebut cacat prosedural serta pantas apabila ijin tersebut di tinjau ulang serta dicabut.
"Dan selain ijin cacat prosedural, bahwa ijin tersebut telah disalahgunakan oleh Kelompok tani dengan memanfaatkan ijin tersebut mengajak orang lain untuk masuk areal tanaman sawit milik klien kami dan melakukan tindakan pencurian buah sawit, pencurian mesin air, mesin mobil, mesin kapal boat, sepeda motor, pupuk dan alat penen serta melakukan pengrusakan bangunan dan peralatan pertanian dengan kerugian ditaksir mencapai Rp.9 milliar," bebernya.
Masih dalam keterangan persnya, bahwa pihaknya memohon kepada kepolisian segera memproses dan menetapkan tersangka bagi semua yang terlibat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana, karena di Negara hukum Indonesia tidak ada tempat bagi pelaku kejahatan (mencuri, merusak, ancam bunuh).
Dalam keterangan pers tertulisnya, Adi Mansar menyatakan bahwa proses kepemilikan dan penguasaan lahan kebun sawit di Sumatera Utara dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan cara jual beli atas tanah sering terjadi dengan cara ganti rugi (SKGR) yang diketahui oleh Kepala desa dan Camat.
Editor : Ismail