Aktivis 98 Serukan Penolakan Revisi UU PPP

Jafar
Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, iNews.id - Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 sebagai perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (revisi UU PPP) mendapat penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari serikat buruh, aktivis hingga mahasiswa.

Mereka memprotes RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR itu dan berecana turun ke jalan hingga menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang menilai, DPR telah mengabaikan perintah Mahkamah Konstitusi lewat Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

"Kami melihat niat DPR 'ngebut' merevisi Nomor 15 Tahun 2019 sebagai perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 hanya untuk melegitimasi UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang kontroversial dan merugikan hak buruh dan pekerja.," tegas Sahat Simatupang. Selasa (14/6/2022).

Sahat menambahkan, amar putusan MK memerintahkan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, bukan revisi UU PPP. Dengan merevisi UU PPP Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan memasukkan metode omnibus dalam pembentukan suatu Undang-Undang di Pasal 64 ayat 1 dan 2, justru mengabaikan hal yang paling prinsipil dalam perbaikan UU Cipta Kerja yakni jaminan kesejahteraan dan masa depan buruh Indonesia.

"Satu kekeliruan dan kejahatan mengabaikan nasib buruh dan kaum pekerja dengan memaksakan revisi UU PPP Nomor 15 Tahun 2019 yang bukan merupakan putusan MK yang memerintahkan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, jelasnya.

"Apalagi tujuan utama revisi UU PPP itu hanya untuk melegitimasi cara omnibus atau cara sapu jagad dalam pembahasan UU Cipta Kerja agar terkesan telah mematuh putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 akibat gugatan buruh terhadap UU Cipta Kerja. Ini seperti cara pintas potong jalan agar cepat sampai ke tujuan namun melanggar rambu lalu lintas," timpalnya.

Sahat juga menjelaskan, jika DPR dan pemerintah mau berbesar hati dan tak arogan, perintah MK agar mempertimbangkan keseimbangan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum serta kemanfaatan dan keadilan dalam UU Cipta Kerja, seharusnya mempertimbangkan tujuan strategis dari dibentuknya UU Cipta Kerja.

"Bukan sekedar pertimbangan agar investor bisa lekas masuk ke Indonesia mengejar target pertumbuhan ekonomi dengan alasan ekonomi terpuruk dampak Covid-19," ungkapnya. 

Pemerintah dan DPR, ujar Sahat, diperintahkan MK menyusun kembali UU Cipta Kerja sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan serta membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat yang mengkritisi dan memberikan masukan terhadap revisi UU Cipta Kerja.

"Lantas dimana tempatnya masyarakat sesuai perintah MK diberi ruang partisipasi untuk menyempurnakan UU Cipta Kerja jika ruang partisipasi sudah ditutup DPR melalui paripurna pembahasan revisi UU PPP itu," ujarnya.

Sahat juga menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo didepan relawannya yang terkesan meyalahkan suara rakyat lewat demonstrasi pada Sabtu (11/6/2022) lalu.

Pernyataan Jokowi didepan relawannya kalau negara tidak stabil karena dikit - dikit digoyang, dikit-dikit demo sehingga akan kesulitan membangun negara, menurut Sahat sebagai permintaan agar revisi UU PPP dan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dapat diterima semua pihak terutama buruh dan mahasiswa yang menolak UU Cipta Kerja.

"Jokowi terkesan menyalahkan suara rakyat karena akibat unjuk rasa negara jadi sulit maju. Seandainya DPR berfungsi sebagai wakil rakyat dan pemerintah mendengar suara rakyat, siapa yang mau demo berjilid - jilid yang melelahkan itu. Jadi jangan salahkan rakyat jika unjuk rasa terjadi lagi dimana - mana pasca paripurna pengesahan revisi UU PPP itu yang dianggap pintu masuk mensahkan UU Cipta Kerja," ucapnya.

Ia juga mengajak warga sipil (civil society) dan mahasiswa serta partai politik pro rakyat untuk fokus menolak revisi UU PPP serta tak membuang energi dengan merespon pengalihan isu Jokowi 3 periode yang kembali digaungkan relawan Jokowi dan partai pendukung Jokowi.

"Itu hanya pengalihan isu agar protes penolakan revisi UU PPP dan UU Nomor 11 Tahun 2020  terpecah dan lemah," pungkasnya.

Editor : Odi Siregar

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network