24 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Selamatkan Indonesia dari Oligarki dan Ancaman Intoleransi

Jafar
Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 bersama sejumlah elemen menggelar refleksi untuk memperingati 24 tahun reformasi di Hutan Jati, Jalan Eka Warni, Kota Medan, Sumatera Utara. (Foto: Jafar)

MEDAN, iNews.id - Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 menggelar refleksi untuk memperingati 24 tahun reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998 silam di Hutan Jati, Jalan Eka Warni, Kota Medan, Sumatera Utara, Sabtu (21/5/2022). 

Kegiatan ini dipusatkan di Hutan Jati Medan Johor, sebab tempat itu merupakan tempat bersejarah bagi aktivis 98 merancang aksi unjuk rasa menurunkan Presiden Soeharto, sekaligus tempat persembunyian aktivis 98 di Medan, pada saat kerusuhan melanda sejumlah tempat di Sumut pada 24 tahun silam. 

Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang mengatakan, refleksi 24 tahun reformasi ini merupakan momentum bangkitnya kesadaran rakyat menyelamatkan Indonesia dari tangan oligarki dan ancaman intoleransi. 

"Ada tujuh hal yang menjadi kami diusia 24 tahun reformasi yaitu penuntasan kasus HAM, lemahnya penegakan hukum, ancaman oligarki hingga menguatnya kelompok intoleran yang mengancam persatuan Indonesia," kata Sahat. 

Selain itu, Sahat menjelaskan bahwa pihaknya juga menagih janji Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan penembakan mahasiswa Trisakti pada Mei 1998, yakni peristiwa Semanggi I dan II, serta penembakan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia tahun 1998 lalu. 

"Dalam konteks pemberian hadiah rumah bagi orang tua (keluarga) pahlawan reformasi yang diserahkan Menteri BUMN Erick Thohir, kami nilai melemahkan dan merendahkan arti perjuangan reformasi dan tuntutan penegakan hukum kepada pelaku penembakan mahasiswa," jelas Sahat. 

Selanjutnya, kata Sahat, bahwa UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM memungkinkan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pengadilan. Untuk itu Perhimpunan Pergerakan 98 mendesak DPR melalui Komisi III merekomendasikan kepada pimpinan DPR agar peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II dibuka kembali. 

Sementara itu, menyangkut pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II yang merujuk pada rekomendasi DPR tahun 2001 bukan keputusan hukum, seperti kewenangan yang dimiliki yudikatif. 

"Oleh karena itu, Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan bisa memerintahkan Jaksa Agung memulai penyelidikan pelanggaran HAM pada tragedi Mei 1998, Semanggi I dan Semanggi II jika Jokowi berpihak pada penegakan hukum," terang Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 itu. 

Dalam kesempatan ini, Sahat mengaku, Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 mengajak mahasiswa, pemuda dan masyarakat sipil agar menghentikan dan melawan politik transaksional yang telah melahirkan gurita oligarki. 

"Bahaya oligarki telah nyata merugikan hak rakyat dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah, seperti pada kenaikan harga minyak goreng, kenaikan BBM dan harga pupuk tinggi hingga memanfaatkan wabah virus Covid-19 untuk meraup keuntungan," ungkap Sahat. 

Selain itu, Sahat juga mengingatkan petinggi TNI-POLRI, Kejaksaan agar tidak berpolitik praktis menjelang dan saat Pemilu dan Pilpres serentak 2024 mendatang. 

"Kami mengajak mahasiswa, pemuda dan civil society bersama-sama menyelamatkan Indonesia dari degradasi sosial dan kelompok intoleran yang mengancam persatuan Indonesia," tandas Sahat. 

Refleksi 24 tahun reformasi ini sendiri, selain dihadiri oleh para aktivis 98, juga diikuti mahasiswa dan sejumlah masyarakat. Refleksi ini juga diisi dengan diskusi terkait perkembangan situasi nasional yang tengah berlangsung.

Editor : Jafar Sembiring

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network