Contoh, saat kecil seseorang melihat orang tua sering menyelesaikan sesuatu dengan kekerasan, menampar, memukul anak atau orang lain untuk selesaikan masalah, itu akan terekam dalam memori anak.
“Ada juga faktor kurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua, gangguan kepribadian dan kesehatan mental serta punya sifat antisosial,” ujar Sofyan Tan.
Untuk itu, jika persoalan awal adalah trauma masa lalu dan pengalaman masa kecil, maka menurut Sofyan Tan setiap kampus harus ada tim khusus yang dibentuk dalam membantu rektor di bidang kemahasiswaan. Ada klinik konseling khusus yang bisa menjadi tempat konsultasi dan tempat bercerita mahasiswa yang mengalami masalah. Hal ini adalah langkah preventif yang lebih tepat.
“Mahasiswa perlu tahu bahwa kampus siap mendengar. Klinik konseling seperti ini bisa menjadi benteng awal pencegahan kekerasan,” terangnya.
Rektor UNIKA Santo Thomas Prof Maidin Gultom mengatakan kampus adalah tempat dimana mimpi-mimpi lahir dan pengetahuan tumbuh. UNIKA Santo Thomas sudah berkomitmen menjadikan nilai-nilai Kristiani dalam pendidikan. Karena itu mencegah kekerasan di lingkungan perguruan tinggi bukan sekedar aturan hukum tapi juga kewajiban moral bagi kita semua.
“Kampus bukan hanya tempat belajar, tapi juga rumah bagi kita yang memberikan rasa aman,” ujarnya.
Hadir dalam acara Ketua Tim kerjasama Humas dan kerjasama Ditjen Dikti Eko Budi Prasetio, S.Kom, Staf Humas dan Kerjasama Ditjen Dikti Wilson Sitorus, Rektor Unika Santo Thomas Medan Prof. Dr. Maidin Gultom, SH. M.Hum, Katim Kerja Kemahasiswaan LLDIKTI Wilayah- Sumatera Utara Irawan Sukma, narasumber dari LLDikti Wilayah-1 Sumatra Utara Syahrial Afandi dan civitas akademi UNIKA Santo Thomas beserta peserta sosialisasi.
Editor : Ismail
Artikel Terkait
