JAKARTA, iNewsMedan.id - Pemerintahan federal Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump resmi mengalami shutdown pada Rabu (1/10/2025). Penghentian operasional ini terjadi setelah Kongres AS, yang terdiri dari Partai Republik dan Demokrat, gagal mencapai kesepakatan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) pendanaan sementara pemerintah pada Selasa malam.
Kegagalan mencapai kata sepakat ini seketika memicu kekhawatiran besar, terutama bagi ratusan ribu Pegawai Negeri Sipil (PNS) non-esensial. Meskipun pekerja esensial tetap menjalankan tugasnya, Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperingatkan bahwa hingga 750.000 pekerja dapat dirumahkan setiap hari dan tidak akan menerima gaji sampai penutupan berakhir.
Dalam suratnya kepada politisi Republik Joni Ernst, CBO merinci potensi dampak finansial dari shutdown ini. "Dengan menggunakan informasi dari rencana kontinjensi lembaga dan Kantor Manajemen Personalia (OPM), CBO memperkirakan bahwa sekitar 750.000 pegawai dapat dirumahkan setiap hari," tulis CBO, menambahkan bahwa total biaya harian kompensasi mereka akan mencapai sekitar US$400 juta (sekitar Rp 6,661 triliun).
CBO juga mencatat bahwa jumlah pegawai yang dirumahkan bisa berfluktuasi. Semakin lama penutupan berlanjut, beberapa instansi mungkin merumahkan lebih banyak pegawai, sementara yang lain mungkin memanggil kembali sebagian karyawan yang telah dirumahkan.
Upaya pengurangan kompensasi harian bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah pegawai yang dirumahkan atau dengan memanfaatkan pendanaan wajib di beberapa lembaga.
Meskipun demikian, personel militer yang bertugas aktif umumnya dikecualikan dan wajib untuk tetap bekerja selama penutupan. Namun, sama seperti pegawai federal lainnya, pembayaran gaji mereka akan tertunda hingga alokasi anggaran disahkan.
Di sisi politik, Presiden Donald Trump dilaporkan mengancam akan "menghukum" Partai Demokrat atas shutdown tersebut. Trump mengisyaratkan akan memanfaatkan jeda operasional ini untuk menargetkan kebijakan prioritas oposisi dan bahkan memaksakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor publik.
"Jadi, kami akan memberhentikan banyak orang yang akan sangat terdampak. Dan mereka Demokrat, mereka akan tetap Demokrat," kata Trump kepada wartawan.
Ia menambahkan bahwa "banyak hal baik yang bisa dihasilkan dari penutupan pemerintah," mengisyaratkan ia akan "menyingkirkan banyak hal yang tidak diinginkannya" yang disebutnya "pasti akan berkaitan dengan Demokrat."
Shutdown kali ini merupakan yang ke-22 kalinya terjadi sejak tahun 1976. Penutupan terlama terjadi pada 22 Desember 2018, ketika Partai Demokrat dan Trump berselisih mengenai tuntutan Presiden untuk membangun tembok perbatasan senilai US$5,7 miliar.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait