MEDAN, iNewsMedan.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar kegiatan sosialisasi dan diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia di Medan, Selasa (17/9/2025). Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang fungsi dan wewenang LPS, serta memperkuat kolaborasi antarlembaga dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi nasabah.
Direktur Eksekutif Hukum LPS, Dr. Ary Zulfikar, S.H., M.H., menjelaskan sejarah dan evolusi peran LPS. Ia menyebutkan, Undang-Undang Pembentukan LPS (UU No. 24 Tahun 2004) membawa perubahan dari jaminan penuh (blanket guarantee) menjadi jaminan terbatas, dengan batas penjaminan yang disesuaikan secara berkala. Batas saat ini adalah Rp2 miliar per nasabah per bank, yang menurutnya sudah mewakili lebih dari 90% rata-rata simpanan nasabah.
"Kenapa tidak blanket guarantee? Karena itu menimbulkan moral hazard. Pengusaha akan merasa aman dan tidak prudent dalam mengelola bisnisnya," jelas Dr. Ary. Ia menambahkan, keputusan ini diambil untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mencegah efek domino jika suatu bank bermasalah.
Dr. Ary juga menyoroti keberhasilan LPS dalam menangani krisis, seperti pada tahun 2008 dan pandemi COVID-19, di mana tidak ada bank umum yang bangkrut berkat kolaborasi erat antara LPS, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan.
Dalam pemaparannya, Dr. Ary juga menjelaskan perubahan terminologi dalam UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Istilah 'bank gagal' diganti menjadi 'bank dalam resolusi' untuk memberikan kesan bahwa bank tersebut masih bisa diselamatkan.
"Resolusi itu bisa selamat, tidak harus kemudian dimatikan," tegasnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait
