APA menu sahur Bung Karno dan Bung Hatta saat Ramadan 1364 Hijriah atau bertepatan dengan Agustus 1945. Pada malam itu Bung Karno, Bung Hatta dan Achmad Soebardjo baru saja "lembur" merampungkan Teks Prokalmasi di rumah Shoso atau Laksamana Muda (Laksda) Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Kaigun (Angkatan Laut) Jepang yang bersimpati dengan upaya kemerdekaan Indonesia.
Teks Proklamasi yang semalaman dipikirkan untuk kemudian dituliskan Bung Karno lantas diketik Sayuti Melik, di rumah Laksda Tadashi Maeda.
Bung Hatta (foto: ist)
Rumah Maeda yang jadi “safe house” pasca-sejumlah kejadian teror pemuda hingga “penculikan” Rengasdengklok yang kini, sudah beralih fungsi menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat.
Di sebuah ruang besar di salah satu sudut rumah Maeda itu, Soekarno-Hatta dan Soebardjo berpikir keras bersilang pendapat dalam menyusun teks proklamasi. Apa yang mereka kerjakan menentukan arah bangsa Indonesia pascamerdeka.
Sementara para pemuda lainnya yang menunggu di ruang tamu, sembari menghitung waktu sampai memasuki waktu makan sahur. Baru sekira lewat pukul 04.00 WIB subuh, teks proklamasi diselesaikan.
Bung Karno dan Bung Hatta pun bergiliran keluar ruangan untuk santap sahur dengan menu seadanya yang disiapkan para asisten rumah tangga Maeda. Menu hanya ada ikan sarden, telur dan roti, tanpa nasi.
“Lewat pukul 04.00 subuh, perumusah naskah proklamasi rampung. Soekarno melangkah keluar setelah mengambil makanan di dapur untuk sahur. Hatta menyusul, seusai membuka sekaleng ikan sarden dan mencampurnya dengan telur,” tulis Rosihan Anwar dalam ‘Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity 1909-1966’.
Selepas sahur, kedua proklamator pun pulang diantar mobil . Hampir tidak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka, saking lelah dan terkurasnya tenaga, pikiran dan emosi mereka dalam beberapa hari terakhir.
“Semoga saja apa yang kita upayakan selama ini untuk Indonesia Merdeka, dapat berguna bagi anak cucu kelak,” cetus Bung Karno memecah keheningan.
“Ya, aku juga berharap demikian,” jawab Hatta sembari mengangguk pelan, sebagaimana dikutip buku ‘Hatta: Aku Datang karena Sejarah’ oleh Sergius Sutanto.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait