MEDAN, iNewsMedan.id - Tujuh tahun sudah kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dialami Fitryah (41) bergulir tanpa kepastian hukum. Bahkan, tiga tahun pasca putusan praperadilan yang menyatakan penghentian penyidikan (SP3) tidak sah, berkas perkara masih belum dinyatakan lengkap (P-19) oleh Kejaksaan Negeri Medan. Kasus ini bermula dari laporan Fitryah pada Maret 2019 dengan nomor LP/528/III/2019/SPKT.
Pada 2022, Pengadilan Negeri Medan mengeluarkan putusan Praperadilan Nomor: 3/Pid.Pra/2022/PN Medan. Putusan tersebut secara tegas menyatakan bahwa SP3 yang diterbitkan Polrestabes Medan pada 4 Oktober 2021 tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Hakim memerintahkan agar penyidikan kasus penipuan dan penggelapan ini dilanjutkan dan segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
Namun, hingga kini, berkas perkara tak kunjung rampung. Menurut keterangan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Medan, Deny Marincka, berkas perkara sudah bergulir sebelum ia menjabat. Pihaknya telah memberikan petunjuk kepada penyidik Polrestabes Medan untuk melengkapi alat bukti.
"Petunjuk hanya satu kali dan apabila penyidik belum bisa memenuhi petunjuk maka dilakukan koordinasi. Jika hasil koordinasi, penyidik tidak dapat memenuhi, maka berkas dikembalikan untuk menentukan sikap," kata Deny Marincka, Kamis (4/6/2025).
Deny Marincka menjelaskan bahwa penyidik Polrestabes Medan sudah berulang kali melimpahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Namun, berkas yang dikirim ternyata hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lama atau yang sudah dihentikan (SP3).
"Tim jaksa yang menangani kasus ini sampai 4 kali berganti, mulai Jaksa Evie Panggabean, Novita, Putra, Sopyan dan Reza. Cuma SPDP yang baru, tetapi isi BAP itu-itu saja," ungkap Deny Marincka selaku jaksa pengendali perkara pidana (Dominus Litis).
Deny menegaskan bahwa jaksa tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tambahan dalam perkara pidana umum, kecuali korupsi, karena penyidik tunggal adalah Polri. Ia juga membantah adanya indikasi peran serta atau keterlibatan jaksa lama untuk memengaruhi pendapat jaksa peneliti berkas saat ekspose di Kejari Medan.
Riwayat Kasus dan Kerugian Korban
Kasus ini sempat terbit SP3 berdasarkan rekomendasi gelar perkara pada 19 November 2020 di ruang Ditreskrimum Polda Sumut. Surat Pemberitahuan Perkembangan Penelitian Laporan (SP2HP) pun telah dikeluarkan hingga 15 kali sejak Maret 2019 hingga Oktober 2021.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan Suriyani alias Li Hui sebagai tersangka pada 27 Februari 2023, namun tidak dilakukan penahanan. Bahkan, sebelum SP3, saksi Suriyani sudah dipanggil secara patut tetapi tidak pernah hadir tanpa keterangan yang sah. Upaya penyitaan barang bukti dan pemeriksaan lanjutan terhadap Soh Liang Seng alias Aseng juga terkendala karena ia tidak memberikan kuasa untuk meminta rekening koran di BCA, yang krusial untuk mengurai aliran dana.
Kerugian yang dialami korban Fitryah cukup besar, meliputi kartu kredit ANZ, City Bank, BCA, Ringgit Malaysia RM 13.000, Dolar Singapura Sin $ 2,00, Cina Dolar RMB Yuan 10.000, rantai dan liontin 25 gram, gelang tangan 20 gram, serta rantai tangan 30 gram dan 20 gram.
Menurut informasi dari suami korban, ada beberapa korban lain dari bisnis Li Hui yang mengalami kerugian hingga miliaran rupiah, namun enggan melapor karena melihat penanganan kasus yang lamban dan kurang profesional, seperti yang dialami Fitryah. Hingga berita ini ditulis, Kasat Reskrim Polrestabes Medan, AKBP Bayu Putro Wijayanto, belum menjawab pesan konfirmasi dari media.
Situasi ini menyoroti pentingnya koordinasi yang efektif antara jaksa dan penyidik untuk memastikan semua prosedur dipenuhi dengan baik dan mengurangi kesalahan prosedur yang dapat memengaruhi hasil penyidikan perkara.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait