Setahun kemudian, usahanya benar-benar dimulai. Dengan hanya satu alat tenun dan mengerjakan semuanya sendiri, ia mulai menerima pesanan termasuk proyek besar dari Dinas Koperasi untuk membuat seragam acara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pesanan semakin banyak, dan ia mulai merekrut pekerja. Kini, Tin Reihani telah memperkerjakan 10 orang penenun, satu admin, dan dua penjahit.
Konsep yang diusungnya semakin berkembang. Ia tidak hanya menghasilkan kain tenun, tetapi juga mengombinasikannya dengan batik dalam satu desain. Bawahan berbahan tenun dan atasan batik menjadi ciri khas produknya. Tin Reihani pun berkolaborasi dengan Rina Batik untuk menghasilkan batik cap berkualitas.
Motif-motif yang diangkat pun beragam, mencerminkan budaya Melayu dan Batak, seperti Tepak Sirih, Keris Melayu, Mahkota Sultan, Putri Dua Segirik, Sampan Berlayar, Pulut Manis, Itik Pulang Petang, Pucuk Rebung, dan Tampuk Manggis.
Tin Reihani tetap mempertahankan teknik tenun tradisional dalam setiap karyanya, memastikan setiap helai kain yang dihasilkan memiliki nilai seni dan kualitas tinggi. Ia menggunakan berbagai jenis bahan, mulai dari poliester yang lebih ringan, rayon yang lembut, hingga katun dan sutra yang memberikan kesan mewah dan eksklusif.
Proses pengerjaan satu lembar kain songket tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa, membutuhkan ketelitian dan keterampilan tinggi. Setiap kain bisa memakan waktu hingga lima hari pengerjaan, tergantung pada kompleksitas motif dan detail yang diinginkan pelanggan.
Tak hanya fokus pada produksi kain dan pakaian, Tin Reihani juga peduli terhadap pemanfaatan limbah kain. Sisa-sisa bahan yang tidak terpakai diolah kembali menjadi beragam produk kreatif seperti tas, kalung, dan dompet, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia. Inovasi ini tidak hanya menambah variasi produk, tetapi juga mendukung prinsip ramah lingkungan dalam industri fashion.
Editor : Chris
Artikel Terkait