JAKARTA, iNewsMedan.id – Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam PMK 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Namun, pemahaman yang berkembang di masyarakat mengenai tidak adanya kenaikan tarif PPN perlu diluruskan. Faktanya, tarif PPN telah resmi naik menjadi 12%, tetapi dampak langsung terhadap masyarakat umum diperkirakan relatif kecil dikarenakan imbas langsung kenaikan tarif 12% hanya akan berdampak langsung kepada Masyarakat atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, selain Barang Kena Pajak yang tergolong mewah penyesuaian yang dilakukan adalah dalam cara perhitungan dasar pengenaan pajak.
"Masyarakat umumnya tetap membayar tarif 11% karena dasar pengenaan pajak sekarang dihitung sebagai nilai penyerahan dikalikan 11/12. Namun, barang-barang tertentu seperti barang mewah langsung dikenakan tarif 12%, termasuk hunian mewah seperti rumah atau apartemen dengan harga jual minimal Rp 30 miliar atau lebih, helikopter pribadi, jet pribadi, kapal pesiar, yacht, serta senjata api seperti revolver dan pistol untuk koleksi pribadi”, ujar Tommy David, Head of Tax and Transfer Pricing Grant Thornton Indonesia.
Dampak Kebijakan Ini pada Wajib Pajak
Grant Thornton Indonesia pun menyebutkan bahwa kebijakan ini diperkirakan tidak memberikan dampak signifikan bagi konsumen pada umumnya. Namun, bagi penjual atau pelaku usaha, penyesuaian administrasi dalam proses pembuatan faktur pajak menjadi tantangan utama.
Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru, pelaku usaha perlu memahami teknis implementasi PMK 131 dan PER-1/PJ/2024, yang memberikan petunjuk pembuatan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan kebijakan ini.
PMK 131 Tahun 2024 menetapkan bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku untuk barang dan jasa tertentu, dengan penyesuaian pada cara perhitungan dasar pengenaan pajak untuk sebagian besar transaksi. Sementara itu, PER-1/PJ/2024 memberikan panduan teknis terkait pembuatan faktur pajak, yang merupakan langkah penting dalam memastikan kepatuhan administratif oleh pelaku usaha.
Grant Thornton Indonesia juga melihat bahwa dengan diterbitkannya peraturan yang baru ini, maka perlu dilakukannya penyesuaian di dalam administrasi Wajib Pajak, termasuk untuk segera melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam sistem administrasi mereka guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan terbaru.
Penyesuaian dapat berupa pembaruan sistem invoicing sehingga sesuai dengan metode perhitungan baru atas penentuan dasar pengenaan pajak.
Selanjutnya, pelaku usaha disarankan untuk memberikan pelatihan kepada staf terkait agar dapat memahami dan menerapkan perubahan ini dengan baik.
Selain itu, konsultasi dengan konsultan pajak profesional sangat dianjurkan agar wajib pajak dapat meningkatkan kepatuhan mereka terhadap peraturan terbaru serta mengurangi risiko terjadinya kesalahan administratif.
Pelaku usaha juga perlu memperhatikan kategori barang atau jasa yang dikenakan tarif PPN 12%, seperti barang mewah, untuk memastikan tidak terjadi kekeliruan dalam penentuan dalam pengisian faktur pajak. Dengan menjalankan langkah-langkah tersebut, wajib pajak diharapkan dapat mengelola perubahan kebijakan ini secara lebih efektif dan efisien.
Langkah-Langkah Selanjutnya bagi Wajib Pajak
Wajib pajak diharapkan segera melakukan peninjauan dan pemutakhiran pada sistem administrasi perpajakan mereka untuk memastikan kelancaran implementasi regulasi ini. Grant Thornton Indonesia merekomendasikan wajib pajak untuk:
1. Memastikan kesesuaian dokumen dan faktur pajak dengan PER-1/PJ/2024.
2. Menyesuaikan strategi penetapan harga untuk mengantisipasi dampak kenaikan tarif pada kategori barang tertentu.
Tommy David, Head of Tax and Transfer Pricing Grant Thornton Indonesia menyatakan bahwa sala satu langkah praktis dalam menangani hal tersebut adalah dengan memperbarui sitem administrasi dan menerapkan regulasi terbaru.
“Kebijakan ini menuntut pelaku usaha untuk lebih adaptif dalam mengelola administrasi pajaknya. Untuk membantu memenuhi kebutuhan baru ini, pelaku usaha dapat mulai dengan beberapa langkah praktis seperti memperbarui sistem administrasi agar sesuai dengan perhitungan pajak terkini, meningkatkan pemahaman staf keuangan tentang regulasi baru, dan melakukan pengujian kepatuhan secara internal untuk memastikan kepatuhan," ucapnya.
"Selain itu, kolaborasi dengan konsultan pajak yang berpengalaman dapat menjadi langkah strategis untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan. Grant Thornton Indonesia siap mendampingi perusahaan dengan solusi yang dirancang untuk kebutuhan spesifik mereka, membantu memperlancar proses adaptasi terhadap perubahan ini," sambungnya.
Grant Thornton Indonesia berkomitmen untuk mendukung wajib pajak melalui pendampingan dan konsultasi berbasis data dan regulasi terbaru. Dengan pemahaman yang benar dan strategi yang tepat, wajib pajak dapat memastikan kepatuhan sekaligus efisiensi dalam pengelolaan pajak mereka.
Editor : Chris
Artikel Terkait