"Pelanggaran kode etik ini bukan hanya masalah teknis, tetapi menyangkut kepercayaan publik. Oleh karena itu, kami tidak segan menindak tegas jika terbukti melanggar," jelas Saut.
Saut menjelaskan bahwa pelanggaran administrasi terkait dengan pelanggaran prosedural dalam kampanye, seperti pemasangan atribut di tempat yang tidak diperbolehkan. Sementara itu, pelanggaran hukum mencakup dugaan tindakan pidana yang dapat berujung pada proses hukum lebih lanjut.
"Kami berupaya meningkatkan pengawasan, terutama menjelang Pilkada serentak tahun 2024. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, ataupun media untuk melaporkan indikasi pelanggaran juga menjadi strategi penting dalam memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan lebih adil dan transparan di Sumatera Utara," terang Saut.
Saut juga menegaskan bahwa Bawaslu terus berkomitmen dalam mengawasi jalannya tahapan Pilkada serentak di Sumut. Kemudian, mengikutkan sertakan peran pengawasan yang efektif sangat dibutuhkan dalam menjaga kualitas dan kejujuran proses Pilkada serentak ini.
Komisi Masyarakat Peduli Demokrasi Sumut, Mikhael Zonasuki Simatupang, mengapresiasi langkah Bawaslu Sumut dalam mengidentifikasi dan menindak pelanggaran secara transparan. Menurut Mikhael, temuan ini mencerminkan pentingnya pengawasan intensif untuk memastikan integritas proses demokrasi.
“Dominasi pelanggaran kode etik ini menjadi sinyal ada masalah fundamental pada perilaku aktor-aktor politik dan petugas pemilu di lapangan. Kode etik adalah fondasi untuk menjaga kepercayaan publik, dan harus ditegakkan dengan tegas," ujarnya.
Suki juga menekankan penegakan hukum dalam pemilu bukan hanya soal menang atau kalah dalam kontestasi, tetapi menjaga etika dalam berdemokrasi.
"Dengan meningkatnya pelanggaran kode etik ini, kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Pilkada 2024 dapat mematuhi aturan dan menghormati proses yang ada," pungkasnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait