JAKARTA, iNewsMedan.id - Kementerian Agama mengeluarkan imbauan kepada seluruh stasiun televisi agar saat menyiarkan Misa Agung yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Stadion GBK pada hari Kamis, 5 September 2024, azan Maghrib disiarkan dalam bentuk teks berjalan atau running text.
Tujuan dari imbauan ini adalah untuk menghormati jalannya ibadah Misa sekaligus memberikan informasi penting kepada umat Muslim yang mungkin sedang menyaksikan siaran tersebut.
Dalam syariat Islam, Azan adalah panggilan untuk shalat berjamaah di masjid. Lantas bagaimana kalau azan biasa dikumandangkan dalam bentuk running text?
Lantas bagaimana sebenarnya hukum azan? Azan, dalam bahasa Arab, berarti pemberitahuan atau pengumuman. Dalam terminologi Islam, azan didefinisikan sebagai seruan yang disampaikan secara lisan untuk menginformasikan kepada umat Islam bahwa telah tiba waktu untuk melaksanakan shalat fardhu.
Dari segi hukum Islam, kewajiban melaksanakan azan ditetapkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Hadits Ibnu Umar menjadi salah satu dalil yang menjadi rujukan dalam menetapkan hukum ini.
كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاَةَ ، لَيْسَ يُنَادَى لَهَا ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِى ذَلِكَ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى . وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ . فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى بِالصَّلاَةِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ»
“Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkira-kirakan waktu shalat, tanpa ada yang menyerunya, lalu mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi.” Lalu ‘Umar berkata, “Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Bilal bangunlah dan kumandangkanlah azan untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 604 dan Muslim, no. 377).
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ini menjadi salah satu dalil utama yang digunakan oleh para ulama untuk menetapkan waktu dimulainya syariat azan. Hadits ini juga menggambarkan suasana awal-awal perkembangan Islam di Madinah.
Lantas kala itu turunlah firman Allah,
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Maidah: 58).
Dapat pula diperhatikan pada firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ
Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat.” (QS. Al-Jumu’ah: 9). Ayat ini juga menandakan bahwa azan pertama kali disyari’atkan di Madinah karena shalat Jumat baru disyari’atkan saat di Madinah. Untuk tahunnya sendiri, Ibnu Hajar lebih menguatkan pendapat azan dimulai pada tahun pertama Hijriyah. Lihat Fath Al-Bari, 2:78.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait