MEDAN, iNewsMedan.id - Mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sumut, Bambang Pardede mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan melalui kuasa hukumnya Raden Nuh.
Praperadilan tersebut diajukan setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terkait perkara dugaan korupsi peningkatan kapasitas jalan provinsi Parsoburan–Batas Labuhan Batu Utara Kabupaten Tobasa tahun 2021.
Pada praperadilan yang diajukan Bambang Pardede melalui kuasa hukumnya Raden Nuh, disebutkan, bahwasanya penetapan tersangka dan perintah penahanan tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga, kata Raden Nuh, penetapan tersangka dan penahanan Bambang Pardede tidaklah sah dan merupakan sebuah kesewenang-wenangan.
"Bahwa dikarenakan penetapan sebagai tersangka tindak pidana korupsi sebagaimana dalam surat penetapan tersangka dan perintah penahanan yang tidak sesuai ketentuan undang-undang, maka hal itu mengandung cacat yuridis atau tidak sah, dan merupakan suatu kesewenang-wenangan juga pelanggaran terhadap hak asasi manusia," kata Raden Nuh, Jum'at (23/8).
Selain itu, lanjut Raden Nuh, hal lain yang memperkuat bahwasanya penetapan tersangka Bambang Pardede tidaklah sah berdasarkan dari tidak adanya ditemukan kerugian negara berdasarkan perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut berangkat dari terkait tentang penghitungan dan penetapan kerugian keuangan atau kerugian perekonomian negara adalah merupakan kewenangan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) sebagaimana telah diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Kemudian, pada Pasal 14 Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang pemeriksaan investigatif, penghitungan kerugian negara/daerah dan pemberian keterangan ahli, ialah penghitungan kerugian negara/daerah dilakukan oleh BPK dalam proses penyidikan suatu tindak pidana oleh instansi yang berwenang.
"Maka Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP—09/L.2/Fd.2/07/ 2024 tanggal 22 Juli 2024 yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas nama Tersangka Ir. Bambang Pardede tidak tercantum mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK atau Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK dalam proses penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan dalam perkara dugaan korupsi dan sebagai dasar penetapan tersangka.
Sehingga hal tersebut merupakan dasar dari Bambang Pardede melakukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya. Pada petitum praperadilan nya, Bambang Pardede melalui kuasa hukumnya meminta agar menyatakan surat penetapan tersangka Bambang Pardede tidaklah sah.
Karena itu, Raden Nuh meminta agar majelis hakim PN Medan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon.
Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP—09/L.2/Fd.2/07/ 2024 tanggal 22 Juli 2024; Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penyidikan) Nomor: Print-10/L.2/Fd.2/07/2024 tanggal 22 Juli 2024 yang ditanda tangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Selaku Penyidik dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor:Print-31/L.2.5/Ft.1/08/2024 tanggal 5 Agustus 2024 yang ditandatangani Aspidsus atas nama Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah suatu penetapan tersangka yang tidak sah, perintah penahanan dan perpanjangan penahanan yang juga tidak sah, tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan batal demi hukum.
"Menyatakan surat perintah penahanan (Tingkat Penyidikan) Nomor: Print-10/L.2/Fd.2/07/2024 tanggal 22 Juli 2024 dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor:Print- 31/L.2.5/Ft.1/08/2024 tanggal 5 Agustus 2024 batal demi hukum. Memerintahkan Termohon segera melepaskan Pemohon dari penahanan. Memerintahkan Penyidikan terhadap Pemohon dihentikan. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat, martabat seperti sedia kala," tutupnya.
Sebelumnya, Raden Nuh mengatakan bahwasanya penetapan tersangka Bambang Pardede merupakan kriminalisasi yang dilakukan oleh Kejatisu. Sebab, proses penyidikan yang dilakukan Kejati Sumut tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada, sehingga cacat yuridis.
"Kriminalisasi ini tidak dugaan, kalau yang namanya kriminalisasi itu sudah fakta. Motifnya ini sudah jelas ada dugaan kepentingan pribadi. Tanpa ada kerugian negarakan tidak ada perkara korupsi. Kemudian, sudah diminta berkali-kali 2 alat bukti permulaan sebagaimana undang-undang, penyidik tidak bisa menunjukkannya," cetusnya.
Sementara menanggapi pernyataan Kordinator Intelijen Yos A. Tarigan yang mengatakan akan membuktikan semuanya dipersidangan dan meminta agar jangan jangan berkoar-koar seperti LSM, Raden Nuh mengatakan bahwasanya agar Kejatisu tidak terlalu mudah langsung menetapkan seseorang menjadi tersangka dan menahan orang dengan sewenang-wenang, tanpa hati nurani dan tanpa memperlihatkan 2 alat bukti permulaan sebagaimana KUHAP.
"Baru tahu saya dulu LSM. Makanya jangan tersangkakan dan tahan orang seenaknya, kayak penjahat tak berotak," cetusnya.
Editor : Chris
Artikel Terkait