LHOKSEUMAWE, iNews.id - Dalam mencegah perdagangan orang, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe untuk mensosialisasikan dan membentukan Duta Anti Trafficking Kota Lhokseumawe.
Kegiatan sosialisasi dan pembentukan Duta Anti Trafficking yang berlangsung di Kantor Camat Muara Dua Kota Lhokseumawe itu dihadiri perwakilan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kader, geucik dan tokoh agama dari 3 desa yaitu Desa Mns Mee, Cot Girek, dan Desa Uteun Kot.
Untuk diketahui, catatan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) setiap tahunnya, ribuan warga negara Indonesia menjadi korban perdagangan orang. Di mana, sepanjang 2015 hingga 2019 terdapat jumlah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 2.648 orang. Pada masa pandemi Covid-19, situasi ini menjadi kian parah yang berakibat pada meningkatnya angka korban TPPO.
Data kasus periode 2021, KPPPA mencatat terdapat 538 korban TPPO. Sementara itu, berdasarkan data kasus TPPO yang direkam oleh International Organization for Migration (IOM) pada 2005 hingga 2020 terdapat 9.352 korban TPPO. Khususnya di Kabupaten Sukabumi, Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) mencatat sepanjang 2017 hingga 2021 terdapat 135 perempuan korban TPPO.
Ketua Satgas Penanganan Pengungsi, Muslim mengatakan, kasus TPPO tidak hanya menelan korban dari WNI saja namun juga dari warga negara asing khususnya pengungsi Rohingya yang ada di Kota Lhokseumawe. Konflik yang berkepanjangan di Mynmar telah mengakibatkan ratusan ribu warga Rohingya menyandang status pengungsi.
"Situasi ini membuat pengungsi Rohingya semakian rentan menjadi korban tindak pidanan perdagangan orang. Oleh karena itu, Pemkot Lhokseumawe dan IOM melakukan sosialisai dan pembentukan Duta Anti Trafficking," katanya, Rabu (23/2/2022).
Kata Muslim, masyarakat Aceh sangat menjunjung nilai-nilai kearifan lokal dan kemanusiaan membantu pengungsi Rohingya yang dikoordinir oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe.
"Saya menyambut baik pembentukan Duta Anti Trafficking ini karena bisa mencegah masyarakat menjadi korban dan juga pelaku tindak pidana perdagangan orang. Jangan sampai kehadiran pengungsi Rohingya di Lhokseumawe membuat warga desa di sekitar tempat penampungan pengungsi Rohingya menjadi pelaku perdagangan orang. Sudah banyak berita di media massa pengungsi Rohingya meninggalkan camp pengungsi dengan cara-cara illegal," ucapnya.
"Tentu saja ini ada sindikatnya. Jadi dengan adanya Duta Anti Trafficking ini dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat luas agar tidak terjebak bujuk rayu sindikat perdagangan orang untuk membawa kabur pengungsi Rohingya yang mayoritas perempuan dan anak dengan iming-iming uang yang banyak," sambung Muslim.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Lhokseumawe, Mariana Affan mengatakan bahwa dengan dukungan dari IOM ini sangat membantu untuk pencegahan TPPO khususnya bagi pengungsi.
"Keberadaan Gugus Tugas ini sangat penting karena masalah perdagangan orang tidak hanya terkait dengan masalah pengungsi Rohingya saja namun juga warga kota Lhokseumawe itu sendiri. Kita berharap kedepannya tidak ada lagi warga Kota Lhokseumawe menjadi korban ataupun pelaku tindak pidana perdagangan orang. Ke depan dengan keberadaan Duta Anti Trafficking ini menjadi mitra Gugus Tugas TPPO dalam mencegah perdagangan orang," katanya.
Sementara itu, Geucik Cot GIrek dan Ketua Forum Geucik Muara Dua, Tarmizi menambahkan bahwa kasus perdagangan orang di Lhokseumawe sudah terjadi sebelum adanya pengungsi Rohingya. Sekarang dengan adanya pengungsi Rohingya, bisa menjadi faktor pendorong terjadinya TPPO.
"Pembentukan Duta Anti Trafficking sangat bagus karena ini baru pertama kali di kota Lhokseumawe. Sebagai geucik dan ketua Forum Geucik, akan melanjutkan kegiatan ini ke masyarakat. Kami mohon juga agar kegiatan ini dilanjutkan dengan pelatihan TPPO agar kami bisa menjalan peran sebagai Duta Anti Trafficking," tambahnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait