Sementara itu, Prof. R. Hamdani Harahap, seorang akademisi FISIP USU menilai pemerintah cenderung lambat dalam menangani masalah pencemaran aspal di perairan Nias Utara. Dia berpendapat pemerintah hendaknya fokus untuk segera mengevakuasi kapal dari laut. Terlebih dampak pencemaran terhadap masyarakat.
Kasubdit PSLH KLHK Dr. Eko Novi Setiawan mengklaim pihaknya sudah melakukan verifikasi di lapangan. Mereka juga mengklaim sudah mendorong upaya pembersihan.
Namun, kondisi ini jauh berbeda dengan yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Yanuarman Gulo, sebagai perwakilan masyarakat Nias Utara menguak fakta bahwa saat ini bangkai kapal MT AASHI semakin tenggelam dan terus mengeluarkan cairan aspal. Dirinya juga menilai kegiatan clean up tidak efektif. Masyarakat juga tidak dilibatkan aktif di dalamnya.
Yanuarman Gulo juga mendesak pemerintah memberikan solusi ekonomi alternatif untuk masyarakat terdampak.
“Hingga saat ini, kami masyarakat akan mau berganti berprofesi, karena tidak lagi yakin dengan profesi nelayan. Kami mohon pihak pusat, Kementrian Perhubungan, Kemenhumkam, seluruh instansi yang terkait untuk segera evakuasi pengangkatan bangkai kapal”, ucap Yanuarman via zoom.
Penayangan perdana film dokumenter berjudul ‘Lara Aspal’ digelar di Gedung Magister FISIP USU. (Foto: Istimewa)
Pakar Oseanografi Fisika Haekal A Haridhi dalam kesempatan ini juga menawarkan sejumlah solusi yang dapat dilakukan dalam menangani pencemaran. Menurutnya, pemerintah hendaknya fokus untuk mengangkut material aspal sesegera mungkin, mengingat kondisi perairan pada musim ini yang cenderung tenang dan dapat memudahkan kegiatan pengangkutan material aspal.
Kadis Perikanan danKelautan Nias Utara Sabar Jaya Telaumbanua menilai insiden pencemaran aspal di Nias Utara sangat berdampak dan merugikan kehidupan para nelayan. Menurut penuturannya, hasil tangkapan nelayan semakin hari semakin menurun. Padahal, sebelum adanya pencemaran aspal ini, para nelayan mendapat hasil tangkapan ikan dapat mencapai 25 kg per hari, tetapi saat ini hanya 2 kg saja. Bahkan kadang nelayan harus pulang dengan tangan kosong.
Kegiatan diskusi dan pemutaran film ini sendiri bertujuan untuk memperkuat kampanye dan atensi publik atas kasus pencemaran aspal.
Melalui film ini, WALHI Sumut dan VoF mendesak pemerintah dan perusahaan kapal bertanggungjawab. Melakukan penanganan serius terhadap dampak pencemaran.
“Dari film ini, kami ingin menggerakkan kesadaran masyarakat, khususnya mahasiswa. Bagaimana kita bisa memperkuat gerakan dan sama-sama melakukan advokasi terhadap masyarakat terdampak pencemaran. Mendesak pemerintah untuk segera melakukan penanganan dan mendesak pihak perusahaan atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aspal di kapal mereka,” jelas Prayugo Utomo, Sutradara film Lara Aspal.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait