MEDAN, iNewsMedan.id - Eks Bupati Samosir Rapidin Simbolon dinilai turut bertanggung jawab atas kasus dugaan korupsi dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 di Samosir sebesar Rp1.880.621.425.
"Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai Dr. H Eddy Army SH MH dalam salinan putusan kasasi terdakwa Jabiat Sagala selaku mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir, dengan nomor putusan: 439 K/Pid.Sus/2023, menyatakan bahwa Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan Covid 2019," kata praktisi hukum Parulian Siregar dari kantor Hukum Vantas dan Rekan, Sabtu (12/8/2023).
Selain itu, kata Parulian, MA menyatakan bahwa terdakwa Jabiat Sagala yang menjabat sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Samosir hanya selama 14 hari sejak tanggal 17 Maret 2020.
"Hal itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 89 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020, kemudian sejak tanggal 31 Maret 2020, digantikan oleh Drs. Rapidin Simbolon selaku Bupati Kabupaten Samosir berdasarkan SK Bupati Nomor 117 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020," terangnya.
Kata Parulian, Bupati Samosir Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan stiker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada kantong paket bantuan untuk dibagikan ke masyarakat.
"Maka dengan demikian pengelolaan Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan Covid 2019 terbukti justru dimanfaatkan dan dinikmati untuk kepentingan pribadi Bupati Samosir Rapidin Simbolon," ucapnya.
Parulian menuturkan, sebagai masyarakat dalam hal ini praktisi hukum dapat memberikan informasi kepada penegak hukum adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
"Namun, laporan kita sepertinya dinilai tidak dilanjuti, sebab Kejari Samosir menyatakan bahwa mereka belum menerima laporan tersebut dari Kejati Sumut. Padahal laporan tersebut kita layangkan pada 30 Agustus 2022 lalu," tuturnya.
Tak sampai disitu, pada 31 Juli 2023, pihaknya juga kembali mendatangi Kejati Sumut untuk mempertanyakan perkembangan laporan tersebut, namun pihak Kejati mengaku telah mengirimkan laporan itu ke Kejari Samosir.
"Kami hari ini mendatangi Kejari Samosir, namun kata pihak Kejari, laporan tersebut belum mereka terima. Ada apa dengan Kejaksaan," tandasnya.
Dihubungi terpisah, penasihat hukum Rapidin Simbolon, BMS Situmorang menegaskan bahwa pertimbangan majelis hakim dalam putusan MA Nomor: 493 K/Pid.Sus/2023 tanggal 29 Maret 2023 pada halaman 61 huruf a adalah cerita fiksi majelis hakim MA dan bukan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta tidak terkait dengan kedudukan MA sebagai judex jurist atau hakim yang memeriksa penerapan hukum, apakah ada kekeliruan dalam penerapan hukum di pengadilan judex factie.
"Bahwa pertimbangan fiksi demikian terpaksa dibangun oleh majelis hakim guna menjustifikasi niat dan kepentingannya, yang dengan alasan memperbaiki Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Medan Nomor Nomor: 35/Pid.SusTPK/2022/PT MDN tanggal 17 Oktober 2022 dengan vonis pidana 2 tahun penjara menjadi pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan," ujarnya.
Menurutnya, bahwa pertimbangan tersebut adalah fiksi diperkuat oleh fakta penyebutan Drs. Rapidin Simbolon, sementara Bupati Samosir merangkap Ketua Pelaksana Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Samosir pada tanggal 31 Maret 2020 sampai 4 Februari 2021 adalah Drs. Rapidin Simbolon serta penyebutan Relawan.
"Karena tanggal 31 Maret 2020, Bupati dan Wakil Bupati Samosir tidak mempunyai Relawan, mengingat pendaftaran peserta Pilkada Samosir Tahun 2020 adalah pada tanggal 4, 5, dan 6 September 2020," ujarnya.
Namun demikian, sambungnya, pertimbangan majelis hakim MA tersebut, tidak beralasan dan tidak berdasar juga untuk dimanfaatkan Parulian Siregar untuk mengkriminalisasi Rapidin Simbolon.
"Karena penindakan terhadap peristiwa semacam itu adalah ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Samosir. Namun faktanya, tidak ada laporan terkait peristiwa tersebut ke Bawaslu pada saat itu," pungkasnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait