Di tempat singgah, penjajah Portugis juga menjalin hubungan baik dengan pihak kerajaan hingga melakukan pernikahan dengan warga lokal. Hal itu tertulis dalam naskah kuno peninggalan Kesultanan Buton yang berjudul ‘Kanturuna Mohelana’ atau ‘Pelitanya Orang Berlayar’.
Salah satu pernikahan campuran Buton-Portugis yang terkenal saat itu adalah pernikahan pimpinan kapal Portugis, Felengkonele dengan putri Pulau Siompu, Waindawula. Dari sanalah, lahir beberapa anak, termasuk La Ode Raindabula yang kemudian beranak-pinak sampai sekarang.
Sayangnya, anak turun La Ode Raindabula mendapatkan diskriminasi dari pemerintahan Belanda yang berusaha merebut pengaruh Portugis di Kesultanan Buton. Saat itu, penjajah Belanda melakukan propaganda dengan menyebut bahwa keturunan Portugis adalah pengkhianat.
Imbasnya, banyak dari keturunan Portugis-Buton yang mengasingkan diri ke sejumlah wilayah. Beberapa di antaranya juga membangun tempat tinggal di wilayah pedalaman, seperti perbukitan Kaimbulawa.
Kini, jumlah masyarakat bermata biru di Pulau Siompu tidak terlalu banyak, yakni tidak lebih dari 10 orang. Meskipun demikian, fenomena unik itu tetap membuat wisatawan penasaran dengan Pulau Siompu, selain karena panorama alamnya yang menakjubkan.
Artikel ini telah terbit di halaman iNews.id dengan judul Kampung Unik di Sulawesi Tenggara yang Masyarakatnya Memiliki Mata Berwarna Biru
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait