MEDAN, iNews- Eks Bupati Labusel Wildan Aswan Tanjung dituntut 1 tahun 6 bulan penjara (18 bulan) dalam kasus dugaan korupsi uang insentif pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) senilai Rp 1,9 miliar. Bupati Labusel dua periode itu juga dihukum pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tuntutan ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum Hendri Edison dalam persidangan di Cakra II Pengadilan Negeri Medan, Rabu (12/1).
JPU dari Kejati Sumut itu menyatakan perbuatan terdakwa dinilai telah terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang – Undang RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang - undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1e KUHPidana yaitu dakwaan Subsidiair.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Wildan Aswan Tanjung berupa pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp. 100 juta, subsidair selama 3 bulan kurungan," sebut JPU Hendri Edison di hadapan majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua.
Usai mendengar nota tuntutan JPU, majelis hakim kemudian menunda persidangan sepekan mendatang untuk memberikan kesempatan terdakwa menyampaikan pembelaan (pledoi).
Wildan Aswan Tanjung didakwa korupsi menggunakan uang insentif pemungutan PBB, sektor perkebunan dari pemerintah pusat untuk digunakan sebagai tambahan penghasilan.
Dalam dakwaan, kasus korups ini bermula pada tahun anggaran 2013 hingga 2015 Pemkab Labusel menerima biaya pemungutan PBB sektor perkebunan dari pemerintah pusat yang nilainya miliaran rupiah per tahun.
Namun, biaya Pemungutan PBB dari sektor perkebunan tahun anggaran 2013 hingga 2015 yang diterima Kabupaten Labusel tersebut ternyata oleh terdakwa Wildan Aswan Tanjung selaku bupati bersama saksi Marahalim Harahap SSos dan Salatielo Laoli telah digunakan secara melawan hukum yaitu untuk memperkaya diri.
Pada tanggal 23 Mei 2013 terdakwa H Wildan Aswan Tanjung selaku Bupati Labuhan-batu Selatan bersepakat menggunakan dana insentif PBB sektor perkebunan yang diterima Kabupaten Labuhan-batu Selatan tersebut bersama saksi Marahalim Harahap dan saksi Salatieli Laoli sebagai tambahan penghasilan.
Padahal mereka mengetahui bahwa Pemkab Labusel tidak memiliki tugas dan kewenangan untuk menerima atau menggunakan dana insentif sebagai tambahan penghasilan, dikarenakan kegiatan pemungutan PBB sektor perkebunan adalah tugas dan kewenangan dari pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian, untuk melaksanakan keinginan menggunakan dana insentif PBB sektor perkebunan sebagai tambahan penghasilan, terdakwa H Wildan Aswan Tanjung menandatangani Surat Perintah Bupati Labuhanbatu Selatan Nomor: 821.24/1165/BKD/II/2013 yang mengangkat terdakwa Marahalim Harahap sebagai Plt Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labusel.
Dalam peraturan bupati tersebut, dijelaskan tentang penggunaan dan tata cara penyaluran biaya pemungutan PBB, menyebutkan pembagian biaya insentif pemungutan PBB untuk sektor perkebunan dan perhutanan ada bagian bupati sebesar 25 persen, wakil bupati 15 persen, Sekda 15 persen dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 45 persen.
Pemungutan PBB sektor perkebunan sebagai insentif telah melanggar asas kepatutan dan manfaat bagi masyarakat dimana sesuai dengan defenisi, insentif pemungutan pajak dan retribusi adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi. Sementara, daerah tidak memiliki peran dan tidak ada melakukan pemungutan PBB sektor perkebunan.
Namun oleh terdakwa bersama rekannya, tetap memanfaatkan biaya pemungutan PBB dari sektor perkebunan tersebut untuk dibagi-bagi sebagai insentif di antara pejabat daerah Kabupaten Labusel dan pegawai negeri di lingkungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labusel. Sama halnya dengan anggaran 2014 dan 2015, hanya saja jumlah persen tiap penerima ada yang mengalami perubahan.
Akibatnya, terdakwa, secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau sebesar Rp1.966.683.208.
Editor : Ismail
Artikel Terkait