Sumut Dapat Hadiah Jinakkan Inflasi di 2022, Siap Hadapi Tantangan di 2023

Kharisma
Ilustrasi inflasi. (Foto: Istimewa)

MEDAN, iNewsMedan.id - Pada tahun 2022, setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sekitar 30 persen, laju tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM tersebut diproyeksikan akan menyentuh 1,8 persen.

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin mengatakan, ia sendiri sebelumnya memperkirakan bahwa Sumut akan mencapai inflasi hingga tutup tahun dalam rentang 5,7 persen hingga 6,4 persen. 

Pasalnya, inflasi akan tetap terjadi setidaknya hingga 2 atau paling lama 3 bulan mendatang setelah harga BBM bersubsidi dinaikkan.

"Namun, skenario tersebut dilapangan tidak berjalan sempurna. Inflasi pada bulan September di Sumut awalnya menyentuh 1 persen. Memang sangat tertolong dengan penurunan harga cabai, dimana kelompok bahan pangan hortikultura mengalami penurunan (deflasi). Setelah kenaikan laju tekanan inflasi pada bulan September tersebut, Sumut justru mencatatkan deflasi pada bulan oktober sebesar 0,51 persen," katanya di Medan, Senin (26/12/2022).

Gunawan menjelaskan, berlanjut pada deflasi di bulan November sebesar 0,13 persen dan diperkirakan akan mencetak inflasi dikisaran 0,5 persen pada Desember. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumut memang berhasil meredam gejolak inflasi, dan membuyarkan skenario terburuk dari kemungkinan inflasi tinggi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.

Diakuinya, Keberhasilan tersebut akan jadi modal besar Sumut dalam pengendalian inflasi di tahun 2023. Apalagi, tantangan pengendalian inflasi di tahun 2023 akan lebih besar ketimbang inflasi 2022. Kalau di 2022 ada kebijakan kenaikan harga BBM yang sudah pasti memicu tekanan inflasi, maka itu di tahun 2023 inflasinya akan lebih berat, karena banyak variabel yang sulit diprediksikan akan membentuk inflasi nantinya.

Adapun beberapa variabel tersebut antara lain, dampak kenaikan harga pupuk yang bisa membuat produktifitas tanaman terganggu, termasuk juga penurunan alokasi pupuk bersubsidi. Selanjutnya adalah penurunan daya beli masyarakat, yang bisa membuat masyarakat lebih sensitif terhadap perubahan kenaikan harga sekecil apapun. Faktor cuaca (kering) yang diprediksi akan mengganggu harga selama semester pertama 2023.

"Ketidakpastian kondisi geopolitik global dimana sangat berpeluang memicu terjadinya gangguan pada sisi supply, yang bisa bermuara pada kenaikan harga bahan baku, bahan pangan maupun barang modal hingga harga energi. Kemungkinan pelemahan rupiah seiring dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The FED," ujarnya.

Gunawan menambahkan, meskipun bukan tidak mungkin Sumut akan mampu mengulang prestasi serupa di tahun 2023, namun yang paling penting adalah bagaimana mengupayakan agar inflasi bisa tidak jauh dari angka 0 persen. Rersesi pada umumnya akan mendorong penurunan agregat, tetapi kenaikan biaya input produksi, perang dan cuaca sangat berpeluang untuk mendorong penurunan supply barang.

Editor : Odi Siregar

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network