Keberpihakan Djamin kepada pemerintah pusat menghancurkan kekuatan militer PRRI di Sumatera Utara. Pemerintah pusat mengangkatnya sebagai Panglima TT-I BB menggantikan Kolonel Moludin Simbolon. Pada 28 Juni 1962, ia pindah dari Medan ke Jakarta karena diangkat menjadi Asisten II Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani. Tugasnya saat itu adalah menyiapkan pasukan Angkatan Darat untuk merebut Irian Barat.
Setelah Irian Barat berhasil dikuasai, Menpangad Yani mengangkat Djamin Ginting sebagai pimpinan Sekretaris Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar) dan Deputi Sekretaris Jenderal Front Nasional. Penugasan non-militer ini untuk menghadapi kekuatan politik Partai Komunis Indonesia (PKI).
Konflik politik antara TNI AD versus PKI mencapai klimaksnya pada dini hari 1 Oktober 1965. Men/Panglima Yani beserta beberapa deputi dan asistennya ditangkap dan dibunuh oleh pasukan Gerakan 30 September yang dikendalikan pimpinan PKI.
Pada saat itu, dia sedang bertugas ke Aceh. Setibanya di Jakarta, ia melapor pada Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan bergabung menghancurkan PKI. Soeharto mengangkatnya sebagai Inspektur Jenderal Angkatan Darat.
Setelah itu ia diangkat menjadi Sekretaris Presiden/Kepala Kabinet Presiden merangkap Wakil Sekretaris Negara. Pada tahun 1968, Pejabat Presiden Soeharto mengangkatnya sebagai anggota DPRGR dan MPRS mewakili eksponen Angkatan 45.
Jabatan terakhirnya adalah Duta Besar Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Kanada. Ia meninggal dunia pada 23 Oktober 1974 di Ottawa, Kanada, dalam menjalankan tugasnya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pada 2014, Letjen Djamin Ginting dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menjadi putera Karo pertama yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait