get app
inews
Aa Text
Read Next : Polda Sumut Sukses Amankan Event Aquabike, Angkat Reputasi Danau Toba di Mata Dunia

KontraS Sumut: Penangkapan Jemaat HKBP Pabrik Tenun Intimidatif dan Represif

Kamis, 26 Mei 2022 | 16:44 WIB
header img
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kedatangan puluhan jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun, Rabu (26/5/2022). (Foto: Istimewa)

MEDAN, iNews.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kedatangan puluhan jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun, Rabu (26/5/2022). Di mana, para jemaat meminta perlindungan terkait penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap 50 jemaat pada Sabtu, (21/5/2022) lalu. 

Kepada KontraS, Sintua H Siahaan menjelaskan, polisi melakukan tindakan yang berlebihan terhadap jemaat HKBP yang tengah latihan nyanyi di dalam Gereja HKBP Jalan Pabrik Tenun, Kelurahan Sei Putih Timur I, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, pada 21 Mei 2022 lalu, sekitar pukul 20.30 WIB. 

"Pada intinya kami warga jemaat HKBP yang mengalami penangkapan bermaksud mengadukan peristiwa 'Sabtu Kelabu' di HKBP Pabrik Tenun, karena Kepolisian telah melakukan tindakan berlebihan dalam melakukan proses pengamanan." ungkapnya. 

"Sebab, jemaat HKBP Pabrik Tenun pada saat ditangkap dan dibawa paksa ke Markas Polda Sumut Jalan Raya Medan-Tanjung Morawa tidak melakukan aktivitas yang berpotensi menggangu Kamtibmas." Ujar Sintua H Siahaan saat mendatangi kantor KontraS Sumut, di Jalan Brigjen Katamso, Kota Medan. Rabu, (26/5/2022). 

Siahaan menyebut, dirinya merasa keberatan dengan pihak kepolisian yang tidak bisa menjelaskan alasan penanangkapan para jemaat yang tengah latihan bernyanyi untuk persiapan ibadah Minggu 22 Mei 2022. 

"Bahwa atas penangkapan tersebut kami penatua dan warga Jemaat HKBP Pabrik Tenun keberatan dengan cara - cara Polri yang tidak bisa memperlihatkan alasan penanangkapan dan kesalahan kami. Jemaat kami diangkut dengan 2 truk Sabhara Polisi ke Polda Sumut." terangnya.

Tiba di Polda Sumut, sekitar pukul 21.30 WIB, ujar Siahaan, para jemaat langsung diterima oleh Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, Dirkrimsus Kombes Jhon Nababan dan besera jajaran. Setelah itu, jemaat kebanyakan kaum ibu itu diperiksa petugas Polda Sumut hingga Minggu, (22/5/2022) pagi. 

"Seluruh HP disita. Seluruh jemaat yang ditangkap diminta membuat surat pernyataan. Setelah diambil keterangan, jemaat disuruh menandatangani surat pernyataan yang sudah disiapkan oleh Polda yang isinya agar tidak menghalangi kegiatan ibadah yang dilakukan di HKBP Pabrik Tenun," ucapnya. 

"Jemaat diminta menghargai keputusan yang telah diputuskan oleh Ephorus HKBP terkait keputusan tentang penempatan Pendeta Resor HKBP Pabrik Tenun, pimpinan HKBP segera meninjau ulang surat keputusan tersebut atau memindahkan pendeta tersebut," tambahnya. 

Lebih lanjut, kata Siahaan, meskipun jemaat sudah bingung untuk memberikan surat pernyataan yang telah ditandatangani akan ditujukan kepada pihak mana lagi. Tapi,  jemaat dan sintua yang menolak Pendeta Rumondang Sitorus tidak pernah menghalangi kegiatan ibadah di gereja tersebut. 

"Bahwa jemaat yang menolak Pendeta Rumondang juga tidak pernah melakukan tindakan yang berpotensi menggangu Kamtibmas. Penolakan Pendeta Rumondang adalah dinamika di dalam jemaat yang menginginkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang HKBP Pabrik Tenun." ujarnya.

 Menurut Siahaan, penangkapan itu merupakan peristiwa yang mencederai hak-hak warga sipil tentang kebebasan beragama, serta mengeluarkan pendapat dan adanya jaminan memperoleh rasa aman.

Padahal, ujar Siahaan, penangkapan itu membuat jemaat HKBP Pabrik Tenun semakin meruncing lantaran menimbulkan luka batin. Sebab, kebanyakan kaum ibu yang ditangkap telah diperlakukan semena-semena. 

Siahaan menyebut, penangkapan jemaat itu meninggalkan luka, baik fisik dan psikis. Luka fisik yang dialami jemaat HKBP Pabrik Tenun, ada yang mengalami kaki dan tangan terkilir yang disebabkan adanya pemaksaan pada saat penangkapan oleh pihak polisi. Kemudian, ada juga jemaat yang lain mengalami kuku pada jari kakinya terlepas.  

"Secara psikis, adanya trauma pada jemaat HKBP Pabrik Tenun yang melihat secara langsung proses kejadian. Ibu-ibu yang merasakan langsung proses penangkapan ini menjadi marasa cemas ketika melihat polisi yang lewat dari depan gereja ataupun rumah. Karena, rumah jemaat berada disekitar HKBP Pabrik Tenun. Lalu, anak dibawah umur yang ikut dibawa paksa polisi merasakan ketakutan dalam melihat bentuk fisik gereja HKBP Pabrik Tenun. Trauma yang di alami sangat mendalam sehingga menimbulkan rasa tidak percaya dan nyaman terhadap gereja," pungkasnya.

 Sementara itu, Koordintor KontraS Sumut Amin Multazam mengatakan, pihaknya menerima informasi terkait situasi mencekam yang terjadi di Gereja HKBP Pabrik Tenun pada hari Sabtu (21/5/2022) sekitar pukul 19.30 WIB. 

Lalu, ratusan personel gabungan dari kepolisian menangkap para jemaat yang tengah latihan bernyanyi untuk peribadatan hari Minggu. Alhasil, sekitar 50 orang jemaat diboyong ke Polda Sumut untuk dimintai keterangan. Setelah itu, jemaat diperiksa oleh petugas lebih dari 10 jam dan kemudian dipulangkan keesokan paginya. 

"Kejadian tersebut tentu membuat para jemaat mengalami trauma, apalagi saat ditangkap, tidak sedikit yang diduga mengalami tindak kekerasan. Mereka bukan pelaku kriminal, tapi mengapa diperlakukan sedemikian rupa layaknya penjahat kriminal” jelas Amin Multazam. 

Senada dengan itu, Staff kajian KontraS Sumut Rahmat Muhammad menambahkan, pemetaan aparat atas ancaman dilapangan patut dipertanyakan." Toh yang berada dalam gereja adalah jemaat, sebagian juga ibu-ibu. Tidak bersenjata dan bukan pelaku kriminal. Mengapa harus diambil langkah dengan menurunkan ratusan personel bersenjata." tegas Rahmat. 

Menurut Rahmat, pendekatan keamanan untuk menyelesaikan persoalan internal Gereja HKBP Pabrik Tenun merupakan langkah yang keliru. Sebab, hal itu hanya akan melahirkan berbagai persoalan baru dan cenderung membuat konflik semakin meruncing. Di mana, salah satu pihak akan merasa diperlakukan tidak adil dan cenderung diskriminatif.  

"Apalagi menurut keterangan jemaat, saat itu tindakan pengamanan dilaksanakan sangat intimidatif. Jauh dari prinsip dan standar implementasi HAM. Sejumlah ibu-ibu diseret paksa. Bahkan, ada satu orang berusia dibawah umur turut diamankan ke Polda Sumatera Utara," sebutnya. 

"Padahal mereka sekedar latihan musik untuk persiapan ibadah di hari minggu. Langkah kepolisian yang menyeret paksa jemaat di dalam gereja saat sedang melakukan latihan musik untuk kebaktian minggu, merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan tidak menghormati kesakralan rumah ibadah." timpalnya. 

Maka dari itu, ucap Rahmat, KontraS pun menilai pihak kepolisian telah keliru dalam melakukan pengamanan dengan tidak memakai prosedur pengendalian massa secara benar dan melakukan penggunaan kekuatan dengan tidak proporsional. 

Padahal, sejatinya kepolisian memiliki instrumen untuk pengamanan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 16 Tahun 2006 Tentang pengendalian Massa dan prosedur penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. 

“Langkah yang diambil oleh kepolisian pada kemarin hanya menunjukan bahwa polisi gagal untuk bersikap netral dan professional dalam menyikapi masalah” terangnya. 

"Pada prinsipnya, KontraS tidak ingin terlalu jauh mencampuri polemik internal yang terjadi di Gereja HKBP Pabrik Tenun. Persoalan tersebut biarlah diselesaikan dengan mekanisme internal. Laporan sejumlah jemaat pada KontraS lebih dalam prihal meminta advokasi atas perlakuan sewenang-wenang dan dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan negara yang mereka alami." ujarnya. 

Lebih lanjut, sambung Rahmat, KontraS akan mengirimkan pengaduan ke Divisi Propam Mabes Polri untuk segera mengevalusi personel yang terlibat di lapangan. Kemudian, KontraS juga akan mengirimkan pengaduan ke lembaga - lembaga terkait, seperti Kompolnas dan Komnas HAM. Mengingat, lembaga negara itu harus turut andil dalam menyikapi peristiwa ini agar tidak kembali terulang dikemudian hari.  

“Langkah represif yang diambil aparat pada hari Sabtu 21 Mei 2022 di HKBP Pabrik Tenun  memang sudah sepatutnya dievaluasi. Begitu juga dengan akses para korban untuk mendapat keadilan harus dibuka seluas-luasnya” pungkasnya.

Editor : Jafar Sembiring

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut