JAKARTA, iNews.id - Sektor makanan halal menarik untuk dicermati, karena dunia saat ini menghadapi persoalan yang sama, yaitu keamanan pangan.
Kondisi terjadinya Inflasi harga dan gangguan rantai pasok akibat krisis iklim mau pun kondisi geopolitik, menurut Wakil Presiden Prof.Dr. K.H. Ma’ruf Amin justru membuka peluang peningkatkan perdagangan, investasi pada riset, dan inovasi teknologi pangan hingga digitalisasi sistem ketelusuran halal.
Pernyataan ini disampaikan Wapres saat menghadiri peluncuran State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2022, peluncuran Gerakan Ritel Modern Peduli Produk Halal, Halal Center Indonesia, sekaligus memperkenalkan aplikasi Halal Scanner “Haliv”, yang digelar di Thamrin City, Selasa (24/5/2022).
Capaian Indonesia pada sektor makanan halal yang menempati peringkat ke-2 dari sebelumnya berada di peringkat ke-6 juga membawa pesan kuat bahwa Indonesia memiliki modal dan potensi besar, utamanya untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.
Hanya saja perlu terobosan baru yang konkrit dan implementatif. Sementara secara keseluruhan, Indonesia berada di peringkat ke-4.
“Oleh karena itu saya ingin memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk menegaskan kembali bahwa pekerjaan besar kita ini menuntut keterlibatan seluruh sektor dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah untuk saling menyanggah dan bekerja sama sebagai prinsip saling tolong-menolong,” kata Wapres.
Hal pertama yang dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan tersebut menurut Wapres adalah kesadaran untuk saling menopang antara pemangku kepentingan akan menciptakan solusi-solusi untuk beragam masalah, seperti pendanan riset dan pengembangan penguasaan inovasi dan juga teknologi, peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia hingga akses pasar.
Tanpa dukungan riset dan inovasi, Indonesia akan kehilangan peluang besar untuk ekspor produk halal, baik ke negara-negara OKI mau pun non OKI.
Selain itu, kolaborasi riset akan mendorong inovasi pada industri produk halal, termasuk untuk memenuhi kebutuhan bahan dan produk subsitusi impor.
Wapres juga menyebutkan telah meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) agar memperkuat kolaborasi dengan BPJPH, badan POM, KNEKS, Pemerintah Daerah, pelaku usaha mau pun elemen masyarakat lainnya.
“Saya harap seluruh pihak terkait dapat merespon sesuai dengan kewenangannya, seraya terus memperluas kerja sama di berbagai sektor ekonomi syariah,” tuturnya.
Yang kedua yang tidak kalah penting yang harus dilakukan adalah saling menyokong antara industri besar dan industri kecil.
Wapres bercerita, saat kunjungan ke daerah, kerap meninjau UMKM setempat, dan menemukan cukup banyak UMKM yang sudah mulai bisa berinovasi, dan menembus pasar ekspor.
Untuk itu Wapres berharap industri besar dapat mendukung UMKM diantaranya melalui fasilitasi inkubasi bisnis, pendanaan kreatif, penguatan kapasitas dan literasi, maupun pengintegrasian global halal hub.
Langkah ini semakin memudahkan masyarakat mendapatkan produk yang terjamin kehalalannya. Dengan demikian UMKM pun semakin naik kelas, mulai dari etalase ritel modern, sampai nantinya masuk ke pasar ekspor.
"Jadi nanti UMKM tidak lagi terkena stunting, karena dibantu ritel,” kata Wapres yang disambut gelak tawa tamu yang hadir.
Sebelumnya, Senior Partner of Dinar Standard, Sayd Farook menyebutkan saat terakhir ia datang ke Indonesia untuk meluncurkan SGIE di tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ke 10, tetapi saat ini menempati peringkat ke 4.
“Untuk itu saya berharap saat saya kembali lagi di tahun 2030, 8 tahun mendatang, Indonesia berada di peringkat 1, insya Allah,” katanya.
Sayd Farook juga menyebutkan, ada 2 hal yang harus dilakukan Indonesia untuk bisa menjadi pusat produsen produk halal dunia, yaitu kualitas produk berstandar internasional yang bisa dinikmati muslim di seluruh dunia, dan harus berpikir luas, bahwa produk yang dihasilkan bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri saja, tetapi juga untuk kebutuhan secara global.
“Dan yang terakhir yang perlu dipahami, bahwa 30% pangsa pasar muslim itu masih berusia muda, berkisar 14-29 tahun. Dan jika ingin menjual ke mereka, produkmu harus terlihat sangat keren, sangat ramah terhadap milenial,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, Indonesia Chairman Indonesia Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar, mengatakan, hasil yang dirilis SGIE 2022 masih menempatkan Indonesia pada peringkat ke-4, sama seperti tahun sebelumnya, tetapi beberapa sektor sangat menjanjikan, terutama untuk sektor makanan halal yang menduduki peringkat 2.
“Ekspor halal food dari Indonesia ke negara OIC meningkat 16% daripada sebelumnya,” kata Sapta.
Indonesia dikatakan sebagai negara pengekspor terbesar ke 10 yang menarget negara OIC dengan nilai ekspor sejumlah US$8,5 miliar, dimana peringkat 1 diduduki China dengan nilai ekspor mencapai US$25,4 miliar.
Diantara negara OIC, Indonesia adalah negara terbesar ke 4 yang mengimpor produk dengan nilai sebesar US$21,1 miliar, sementara peringkat 1 dipegang Arab Saudi dengan nilai US$31,2 miliar.
Dalam Top 10 Venture Capital transaction by disclose value, 4 perusahaan start-up Indonesia yaitu TaniHub, Ajaib, BukuWarung, dan Bibit.id memperoleh investasi senilai total US$220.000.000
Di peringkat ke 2 negara OIC dengan jumlah deal investasi terbanyak, Indonesia hanya berbeda 1 deal dengan UAE yang berada di peringkat 1 Indonesia adalah negara yang mendapatkan paling banyak jumlah deal investasi di bidang food yaitu 14 deal, dan Islamic finance dengan 12 deal.
Editor : Ismail