Pengurus YPDA Versi Partahi Siregar Bantah Putusan PTUN dan PN Sahkan Kepengurusan Hana Nelsri Kaban

MEDAN, iNewsMedan.id - Penasihat hukum Ketua Yayasan Darma Agung (YPDA) versi Partahi Siregar, Hokli Lingga, membantah klaim yang menyebutkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Negeri (PN) Medan telah mengesahkan kepengurusan YPDA di bawah pimpinan Hana Nelsri Kaban. Menurut Hokli, berita yang disiarkan oleh media daring 'TR' dan 'OR' adalah hoaks karena proses hukum terkait gugatan di kedua pengadilan tersebut belum final.
"Tidak ada itu. Putusan PTUN Jakarta tidak menerima (NO), bukan menolak gugatan kita, dan gugatan kita di PN Medan juga belum ada yang inkrah (berkekuatan hukum tetap)," tegas Hokli, Sabtu (16/8/2025).
Hokli sangat menyayangkan kedua media tersebut karena menayangkan berita bohong tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pihaknya. Ia menyatakan akan segera melayangkan somasi dan bantahan resmi kepada 'TR' dan 'OR' atas dugaan pembohongan publik.
Narasi yang Menyesatkan Publik
Hokli mengimbau semua pihak, terutama yang dianggap memahami hukum, untuk tidak memelintir putusan PTUN Jakarta seolah-olah perkara sudah selesai. Ia menyoroti adanya pihak-pihak yang menyampaikan narasi menyesatkan, terutama bagi para mahasiswa Universitas Darma Agung (UDA).
"Saya heran, mereka yang paham hukum, bahkan ada yang ahli hukum dan akademisi, tapi memberikan komentar berdasarkan asumsi. Komentarnya terkesan ngawur, tidak memahami makna dari putusan PTUN Jakarta," ujar Hokli.
Menurutnya, perkara masih bergulir dan ia mengingatkan agar semua pihak tidak menyebarkan narasi yang dapat merusak nalar publik. Ia juga mempertanyakan kapasitas pihak yang menyimpulkan putusan PTUN sudah final. "Jangan pura-pura tidak paham hukum. Jangan asal sebut. Bicara sesuai aturan hukum, jangan asumsi," tambahnya.
Sebagai seorang advokat, Hokli menegaskan pemahamannya yang mendalam terhadap makna putusan hukum. Oleh karena itu, ia meminta publik untuk tidak terprovokasi oleh narasi sepihak yang dibangun tanpa pemahaman mendalam.
"Jangan jadi provokator publik," tegasnya.
Hokli menuding ada upaya sistematis untuk membentuk opini publik dan memengaruhi penilaian masyarakat dengan menjadikan putusan PTUN sebagai alat *framing*. Ia mengingatkan semua pihak untuk tidak prematur menyimpulkan putusan hukum dan menduga narasi manipulatif ini adalah bagian dari strategi pihak tertentu.
"Kami selalu menghormati segala putusan hukum," kata Hokli. "Jadi jangan prematur menyimpulkan putusan hukum. Patut menduga narasi-narasi manipulatif ini tak lepas dari strategi pihak tertentu dalam membentuk citra tertentu di hadapan publik."
Hokli menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan adil, tanpa tekanan dan intervensi dari institusi manapun yang dapat merugikan mahasiswa. Ia berpesan agar semua pihak jujur memberikan informasi kepada masyarakat.
Editor : Jafar Sembiring