Nenek 64 Tahun Bersaksi di Propam Polda Sumut: Ngaku Diperas Oknum Polisi Rp100 Juta

MEDAN, iNewsMedan.id - Opung Murniaty Sianturi (64), nenek yang menjadi tersangka kasus penyerobotan lahan di tanah miliknya sendiri, memenuhi panggilan Bidang Propam Polda Sumatera Utara hari ini. Kedatangan Murniaty berdasarkan tindak lanjut pengaduan yang sebelumnya disampaikan ke Divisi Propam Mabes Polri.
Dalam keterangannya, Murniaty dan kuasa hukumnya membeberkan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Polres Toba dan dugaan permintaan uang damai senilai Rp100 juta.
Kuasa hukum Opung Murniaty, Roni Prima Panggabean bersama Ferry Sinaga, menegaskan adanya dugaan ketidakprofesionalan penyidik Polres Toba yang sangat jelas dan terang benderang. Mereka menyoroti fakta bahwa 12 orang lain yang juga telah menjual tanah di lokasi yang sama kepada Yayasan DEL tidak pernah diperiksa, demikian pula Notaris Julitri Roriana, S.H., M.Kn., dan pihak Yayasan DEL.
Roni Prima Panggabean juga mengungkap dugaan permintaan uang senilai Rp100 juta oleh oknum polisi berinisial DBB (Dedy Butar-butar) kepada Murniaty Sianturi. Uang tersebut disebut-sebut sebagai 'perdamaian' dengan pelapor, Dompak Marpaung, yang kini telah meninggal dunia.
Namun, pertemuan atau konfrontasi tidak pernah terjadi. Karena Murniaty menolak memberikan uang tersebut, ia akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Toba.
"Kepada Propam Polda Sumut harus berani menindak oknum polisi nakal, coba bisa dibayangkan baru kali ini di wilayah Sumatera Utara pemilik lahan sendiri yang dikuasai puluhan tahun bisa tersangka di tanahnya sendiri dengan alasan penyerobotan yang pada faktanya pelapor juga tidak berbatasan dengan tanah Opung Murniaty Sianturi," ucap Roni saat ditemui di Polda Sumut.
Roni Prima Panggabean menyatakan keyakinannya bahwa Propam Polda Sumut dapat memberikan keadilan, mengingat pengalamannya berhasil melaporkan oknum Kapolsek Helvetia dan Wakapolsek (PH dan DK) yang akhirnya terbukti dan dicopot.
"Propam Polda Sumut harus bertindak presisi, apakah mau polisi Polda Sumut tercoreng namanya yang sudah baik cuma karena oknum Polres Toba, nanti judulnya jadi opung-opung vs polisi Toba," tambahnya.
Sebelumnya, pada 4 Juni 2025, Murniaty Sianturi melalui kuasa hukumnya dari kantor Pengacara Roni Prima & Partners, telah melaporkan oknum penyidik Polres Toba ke Kapolri dan Propam Mabes Polri atas dugaan ketidakprofesionalan dan pelanggaran kode etik.
Laporan tersebut terkait Laporan Polisi Nomor: LP/B/137/4/2024/SPKT/POLRES TOBA/POLDA SUMUT, tanggal 5 April 2024, dengan pelapor Dompak Marpaung (alm).
Roni menjelaskan bahwa kliennya dituduh melakukan penyerobotan lahan, padahal tanah tersebut telah dikuasai dan diusahakan oleh Murniaty secara turun temurun selama 28 tahun. Ia juga menyoroti keanehan bahwa hamparan bidang tanah di Desa Narumonda V telah dibeli oleh Yayasan DEL milik Jend. (Purn) Luhut Binsar Panjaitan dari 13 nama, namun hanya Murniaty yang dijadikan tersangka.
"Kasus yang dituduhkan kepada Murniaty Sianturi diduga kuat dipaksakan dan sarat rekayasa fakta hukum. Seharusnya, seluruh ke 13 nama tersebut, Yayasan DEL, Kepala Desa, makelar tanah, BPN Kabupaten Toba, Notaris harus diperiksa seluruhnya untuk membuat terang suatu perkara," tegas Roni.
Selain oknum Polres, Roni Prima Panggabean juga telah melaporkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba ke Menteri ATR/BPN RI, Nusron Wahid. Laporan ini terkait dugaan perubahan pengukuran objek kepemilikan tanah yang menjadi milik Dompak Marpaung secara diam-diam.
Roni menduga kuat adanya kerja sama antara oknum Polres Toba dengan mafia tanah di Desa Narumonda V Kabupaten Toba. "Praktik mafia tanah di Kabupaten Toba harus ditindaklanjuti dan diberantas sampai ke akar-akarnya. Karena, wilayah Toba adalah Destinasi wisata Internasional yang ada di Indonesia bukan tempat sarangnya praktik mafia tanah," pungkas Roni.
Laporan terkait oknum Polres Toba juga telah disampaikan ke Kapolda Sumut pada 5 Juni 2025. Kuasa hukum berharap kasus ini dapat mengungkap praktik mafia tanah yang diduga melibatkan banyak pihak, termasuk dugaan perubahan pengukuran tanah oleh oknum BPN dan rekayasa kasus penyerobotan lahan setelah transaksi dengan Yayasan Del.
Editor : Jafar Sembiring