“Saya akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lainnya, terutama di negara-negara yang sudah menggunakan bahasa Melayu. Saya akan berdiskusi dengan mereka tentang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN. Setelah itu, kami akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lainnya yang telah penduduk yang berbahasa Melayu,” jelasnya.
Hal itu ditanggapi oleh salah seorang anggota Senat, Isa Ab Hamid, yang ingin mengetahui upaya pemerintah memberdayakan bahasa Melayu dalam hubungan diplomatik dan luar negeri Malaysia.
“Saat ini, hanya empat dari 10 negara ASEAN yang menggunakan bahasa Inggris dalam acara resmi di tingkat internasional. Sedangkan enam negara lain menggunakan bahasa ibu untuk urusan resmi yang memerlukan terjemahan,” katanya kepada Senat.
Ismail Sabri mengatakan bahwa dia selalu meminta kementerian luar negeri untuk menyiapkan catatan pidato dan dokumen terkait dalam bahasa Melayu untuk referensinya ketika melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
“Kita tidak perlu malu atau canggung menggunakan bahasa Melayu di tingkat internasional. Upaya pemberdayaan bahasa Melayu juga sejalan dengan salah satu bidang prioritas Kerangka Kebijakan Luar Negeri Malaysia yang diluncurkan pada 7 Desember tahun lalu,” katanya.
Kementerian luar negeri juga diminta untuk menyediakan kelas bahasa Melayu bagi staf kementerian yang telah ditempatkan di luar negeri bersama anak-anak mereka. Ismail Sabri mengatakan bahwa beberapa anak pejabat diplomatik memiliki penguasaan bahasa Melayu yang lemah karena mereka belajar di sekolah internasional.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta