Es Batu Kemasan, Inovasi Nia Jadi Primadona Pedagang Lokal

MEDAN, iNewsMedan.id - Tahun 2013 menjadi titik awal perjalanan Saidatul amania (32) menapaki dunia usaha. Dengan tangan sendiri dan tekad yang tak main-main, ia membuka sebuah toko kecil di Jalan Pringgan, Kampung Lalang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Toko itu kini dikenal warga sekitar sebagai Toko Nia Pringgan, nama yang sederhana, namun menyimpan cerita perjuangan panjang.
Sebelum membuka toko, hari-hari Nia diisi dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Namun dalam hati, ia menyimpan mimpi untuk mandiri secara ekonomi. Bermodalkan tabungan Rp 2 juta, yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, ia mulai menyusun rak dagangan pertamanya.
"Awalnya cuma jual beras, minyak, gula, rokok, sabun, sama jajanan anak-anak. Barang seadanya, karena modal juga masih terbatas," ungkap Nia, saat ditemui di Toko, pada Kamis, (10/4/2025).
Bukan toko besar dengan spanduk mencolok. Hanya ruang kecil di depan rumah. Tapi dari situlah segalanya dimulai, dari mimpi yang perlahan dibentuk oleh keberanian dan kerja keras.
Meski omzet tak seberapa, Nia tak menyerah. Tahun demi tahun ia lewati dengan penuh kesabaran. Setelah dua tahun berjualan, ia memutuskan mengambil pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI. Jumlahnya Rp 20 juta, angka yang cukup besar saat itu baginya.
Dengan tambahan modal dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR), Nia tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia mulai menata ulang etalase kecilnya, menambah variasi produk yang dijual, dari kebutuhan pokok seperti sabun, deterjen, hingga barang-barang rumah tangga yang lebih lengkap. Tak hanya menunggu pembeli datang, Nia juga aktif menjalin kerja sama dengan sejumlah sales produk harian untuk memastikan tokonya selalu terisi dengan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat.
Hari demi hari, wajah-wajah baru mulai mampir. Nama Toko Nia Pringgan pelan-pelan menyebar dari mulut ke mulut. Warga sekitar mulai mengenalnya bukan hanya sebagai toko terdekat, tetapi juga sebagai tempat belanja yang lengkap dan ramah.
Namun, geliat usaha tak selalu mulus. Kenaikan harga bahan pokok datang silih berganti, membuatnya harus cermat mengatur ulang strategi dagang. Daya beli masyarakat pun ikut turun, memaksa Nia berpikir lebih keras untuk menjaga omzet tetap stabil.
"Dulu, toko ini cuma tempat saya isi waktu luang, biar gak bosan di rumah. Tapi sekarang beda, toko ini sudah jadi tumpuan keluarga. Apalagi sejak lima bulan terakhir, suami memutuskan berhenti kerja. Saya harus lebih serius menjalaninya," tutur Nia, sembari merapikan rak dagangannya yang mulai dipenuhi kebutuhan harian pelanggan setianya.
Dari sinilah ide jualan baru muncul. Nia dibantu sang suami mulai menjual es batu dalam kemasan plastik. Usaha yang awalnya dikelola mertuanya ini ia kembangkan menjadi produk dagangan tetap di tokonya. Ternyata, peminatnya cukup besar. Tak hanya untuk konsumsi rumahan, tapi juga untuk para pelaku usaha kecil di sekitarnya.
"Awalnya buat biasa aja, tapi lama-lama banyak warung dan pedagang yang ambil. Katanya es batu kemasan ini lebih awet dan cocok buat pengiriman antar kota," jelas Nia.
Dengan harga yang terjangkau, hanya Rp 1.000 per bungkus, es batu kemasan buatan Nia kini menjadi primadona di kalangan pelaku usaha kecil di sekitarnya. Ia bahkan memberi bonus khusus setiap pembelian 10 bungkus, pembeli akan mendapat satu bungkus tambahan secara cuma-cuma. Strategi sederhana itu rupanya menjadi daya tarik tersendiri, apalagi bagi para pelanggan setia.
Mulai dari pedagang es dawet, es jeruk, hingga empat toke penjual ikan dan para peternak babi, semuanya kini bergantung pada suplai es batu dari Toko Nia Pringgan. Mereka menggunakan es batu kemasan itu untuk menjaga suhu produk dagangan mereka tetap dingin selama proses pengiriman, terutama untuk rute antar kota bahkan antar provinsi. Es balok dinilai terlalu cepat mencair dan memakan tempat, sementara es batu kemasan buatan Nia lebih praktis dan tahan lama, bahkan saat mencair, airnya masih menyimpan suhu dingin lebih lama.
Rizki (27), seorang pedagang es dawet yang rutin mengambil pasokan dari Nia, menyampaikan kepuasannya. “Airnya jernih, nggak kuning seperti es kebanyakan. Soalnya dia pakai air galon, lebih bersih dan aman. Terus kalau beli 10, dapat 1 gratis. Kan lumayan juga buat pedagang kecil seperti saya,” tuturnya.
Setiap hari, Nia menyiapkan 100 bungkus es batu ukuran kecil, yang ia susun rapi dalam empat kulkas pembeku yang memenuhi sebagian besar ruang di belakang tokonya. Padahal, awalnya ia hanya memproduksi sekitar 60 bungkus per hari. Permintaan yang terus meningkat membuatnya harus berpikir cepat, rencananya, ia akan menambah lagi kulkas pembeku agar mampu memenuhi kebutuhan pasar yang kian bertumbuh.
"Capek sih, pasti. Apalagi mulai dari pagi udah harus urus es, toko, pelanggan. Tapi saya lihat usaha ini punya harapan. Dari es batu kecil-kecil ini, keluarga kami bisa bertahan," ucap Nia sembari tersenyum lelah, namun penuh keyakinan.
Editor : Chris