Pecel Bumbu Kacang Gusniar, Cita Rasa Tradisional untuk Menu Berbuka

MEDAN, iNewsMedan.id - Menjelang sore, suasana di Jalan Medan Area Selatan semakin hidup. Warga berlalu lalang, mencari takjil untuk berbuka puasa. Aroma gorengan yang renyah dan kuah kacang yang gurih tercium di sepanjang jalan, menggoda selera siapa saja yang melintas.
Di antara keramaian itu, Fatimah (23), seorang warga setempat dari Gang Citro, berhenti di sebuah warung kecil yang tampak selalu ramai. "Di sini satu-satunya yang jual lontong pecel. Bumbunya khas banget," ujarnya sembari menunggu giliran dalam antrean.
Warung itu milik Gusniar (57), seorang perempuan tangguh yang telah menekuni usaha kuliner ini selama delapan tahun terakhir.
Sejak kepergian suaminya, Gusniar ibu dua anak ini berjuang menghidupi keluarganya dengan berjualan pecel lontong, tahu goreng Medan, aneka gorengan, serta sate tusuk telur puyuh, kerang, dan jengkol.
"Saya belajar dari ibu saya. Dulu, beliau berjualan pecel keliling di pusat Kota Medan dengan mengayuh sepeda," ungkapnya sambil tersenyum, saat tim iNews Medan menemuinya di simpang Gang Rahayu, Jalan Medan Area Selatan, Selasa (18/3/2025).
Matanya berbinar saat mengenang masa kecilnya, ketika ia sering membantu ibunya menyiapkan dagangan, mencium aroma khas bumbu kacang yang diulek dengan tangan terampil.
Rutinitas Gusniar dimulai sejak pagi buta. Ia pergi ke pasar tradisional, memilih sendiri bahan-bahan segar, mulai dari kacang tanah berkualitas, daun kemangi yang masih harum, kelengkapan sayuran, hingga cabai rawit hijau yang siap memberi sensasi pedas menggigit.
Setibanya di rumah, ia mulai meracik bumbu dengan telaten, merebus aneka sayuran seperti kangkung, kacang panjang, daun pepaya, bayam, dan tauge, serta menyiapkan gorengan dan berbagai sate tusuk sebagai pelengkap.
Biasanya, warung pecelnya mulai buka pukul 12.00 siang, tetapi selama Ramadhan, ia menyesuaikan jadwalnya menjadi pukul 15.00 agar lebih banyak pelanggan bisa menikmati pecelnya sebagai hidangan berbuka.
Setiap sore, aroma bumbu pecel yang khas mulai menguar dari lapaknya, menarik perhatian para pelanggan yang tak sabar mengantre.
Pembuatan pecel di tempat ini memiliki keunikan tersendiri. Bumbu kacangnya tidak dibuat sebelumnya, melainkan langsung digiling di tempat menggunakan cobek besar dari batu, menghasilkan tekstur yang kental dan aroma kacang panggang yang begitu menggoda. Setiap pelanggan dapat menyaksikan langsung prosesnya dari ulekan kacang yang perlahan bercampur dengan gula merah, bawang putih, dan daun jeruk, hingga siraman air asam yang memperkaya rasa.
Suara halus ulekan yang bergesekan dengan cobek, ditambah dengan wangi khas bumbu yang menyeruak di udara, membuat siapa pun yang sedang menunggu antrean semakin tak sabar ingin mencicipinya.
Meskipun persaingan di kawasan itu cukup ketat, dengan deretan pedagang yang menjajakan berbagai macam hidangan berbuka puasa dari gorengan renyah hingga aneka kolak yang menggoda, Gusniar tetap optimis. Ia percaya bahwa setiap rezeki sudah ada jalannya.
"Insya Allah, rezeki sudah diatur. Alhamdulillah, dua pekan terakhir pendapatan tetap stabil," ujarnya dengan senyum penuh syukur.
Namun, bukan berarti perjalanan usahanya tanpa tantangan. Salah satu kendala yang kerap dihadapi adalah fluktuasi harga bahan baku. Bawang putih dan cabai rawit hijau, dua komponen penting dalam racikan bumbu pecelnya, sering mengalami lonjakan harga yang tak terduga.
Ketika harga meroket, ia harus berhitung cermat agar tetap bisa menjaga kualitas tanpa menaikkan harga terlalu tinggi bagi pelanggan setianya.
Meski begitu, dengan pengalaman dan ketekunannya, Gusniar selalu mencari cara untuk mengatasi hambatan tersebut. Baginya, berdagang bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga mempertahankan tradisi kuliner yang telah diwariskan ibunya, serta menjaga kepercayaan pelanggan yang terus kembali karena cita rasa pecelnya yang autentik.
Harga makanan di lapak Gusniar tergolong ramah di kantong, menjadikannya pilihan favorit bagi banyak pelanggan. Satu porsi pecel dengan sayuran segar yang disiram bumbu kacang khas dibanderol Rp15.000. Jika ingin lebih mengenyangkan, pelanggan bisa menambahkan lontong dengan harga Rp17.000 per porsi.
Selain pecel, ia juga menawarkan aneka lauk pendamping yang menggoda selera. Sate kerang, telur puyuh, dan jengkol yang ditusuk rapi di atas bilah bambu dijual seharga Rp10.000 per tiga tusuk, yang sudah dilumuri bumbu khas yang meresap sempurna.
Tak kalah menggugah selera, tahu goreng Medan yang disajikan dengan tahu goreng kemudian ditambah tauge, potongan kol dan seledri disiram dengan bumbu kacang kental, menciptakan perpaduan rasa gurih dan manis yang menggoda lidah. Hidangan ini bisa dinikmati dengan harga Rp15.000 per porsi.
Bagi pecinta camilan ringan, aneka gorengan seperti bakwan, pisang goreng, risol dan lainya bisa didapat dengan harga Rp5.000 untuk empat buah. Dengan harga yang terjangkau dan cita rasa yang khas, tak heran jika lapak Gusniar selalu dipadati pelanggan, terutama menjelang waktu berbuka puasa.
Soal omzet, Gusniar mengaku pendapatannya tidak selalu stabil. Ada hari-hari di mana dagangannya laris manis hingga nyaris habis sebelum waktu berbuka, namun ada pula saat di mana penjualan tidak sesuai harapan. Meski begitu, ia tetap bersyukur.
"Yang penting cukup untuk kebutuhan sehari-hari," ujarnya dengan penuh keikhlasan.
Untuk memperkuat usahanya, pada tahun 2022 ia mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp15 juta dengan tenor tiga tahun. Dana tersebut ia gunakan untuk menambah peralatan, membeli bahan baku dalam jumlah lebih besar, serta memperbaiki gerobaknya agar lebih menarik dan nyaman bagi pelanggan.
Berkat kedisiplinannya dalam mengelola keuangan dan membayar cicilan tepat waktu, tahun ini ia kembali mendapatkan kepercayaan dari pihak bank BRI. Ia ditawari pinjaman dengan nilai lebih besar, yakni Rp30 juta, yang bisa membantunya mengembangkan usaha lebih jauh.
Bagi Gusniar, tambahan modal ini bukan sekadar angka, tetapi sebuah peluang untuk terus bertahan.
"Bantuan modal ini sangat membantu saya menjalankan usaha," tuturnya penuh syukur. Di balik setiap pesanan pecel yang ia sajikan, tersimpan kisah perjuangan seorang ibu yang gigih menjaga tradisi dan menyajikan cita rasa khas bagi para pelanggan setianya.
Editor : Chris