JAKARTA, iNewsMedan.id – Praktisi Hukum Alvin Lim mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk memeriksa hakim yang memvonis bebas pasutri dengan kasus terkait pemalsuan surat kuasa, kasus tersebut sebelumnya diketahui merugikan perusahaan sebesar Rp 583 miliar.
“Sebagai praktisi hukum akan mengawasi, kita kawal karena ini sesuatu yang sangat janggal dan sesuatu yang mencederai. Kalau dibiarkan begini, ya mau bagaimana jadinya sistem hukum di Indonesia?” tegasnya saat dihubungi, Senin (25/11/2024).
“Kita awasi jangan sampai terjadi hal yang ngga-ngga di situ. Jadi supaya masyarakat tahu, jadi kalau masyarakat tahu, harapan kita ya bisa lurus di MA,” tambahnya.
Alvin menduga ada kepentingan tertentu dibalik kasus tersebut. Terlebih lagi, proses kasasi yang sedang di tempuh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan terhadap kasus ini butuh waktu yang tidak sebentar.
“Ada muatan yang sarat kepentingan disitu, kepentingan pihak tertentu. Karena jelas buktinya pemalsuan kok bisa onslag. ini sebelas dua belas seperti kasusnya Ronald Tannur (di PN Surabaya),” jelas Alvin Lim.
Dirinya menduga bahwa ada permainan dibalik kasus tersebut, Ia juga mengatakan jika kasus pemalsuan surat kuasa tersebut pasti ada pihak-pihak tertentu yang masuk ke pengadilan dan bicara sama oknum-oknum mafia disana.
“Karena kasusnya kan mengakibatkan kerugian yang sangat besar,” ujarnya.
Alvin Lim menyebut putusan onslag tersebut ngawur.
“Onslag itu kan dia bilang perbuatan terbukti, tapi bukan merupakan pidana, ngawur kan. Kalau perbuatan sudah terbukti, perbuatan pemalsuan itu kan pasti pidana. Mana ada pemalsuan itu perdata,” bebernya.
Alvin membeberkan dalam kasus tersebut terkait surat yang palsu.
“Ada palsunya ada aslinya. Kalau dipalsukan berarti kan namanya perbuatan itu sudah pasti ngga mungkin perdata. Ngga mungkin onslag. Kalau namanya sudah terbukti perbuatan ya berarti harusnya (divonis) bersalah,” ujar Alvin.
Oleh karena itu, Alvin Lim mendesak Komisi Yudisial (KY) dan MA untuk tidak tinggal diam, segera memeriksa tiga hakim tersebut, yakni M. Nazir selaku Hakim Ketua, Efrata Happy Tarigan dan Khairulludin sebagai Hakim Anggota.
“Terus, kita ngga boleh biarkan saja oknum (hakim) semena-mena. Maksudnya, kalau memang ada dugaan ketidakbenaran di situ otomatis MA sama KY harus bertindak, harus periksa, hakim harus dipanggil,” kata Alvin.
“Tanyakan kenapa, ini sangat tidak mungkin. Jadi mereka kan mau berlindung dibalik profesi sebagai hakim yang memutuskan. Independensinya harus dibarengi dengan azas keadilan. Ngga bisa sembarangan, yang ngga adil divonis lepas saja,” pungkasnya.
Editor : Chris