Awal Karier Jurnalistik: Dari Tsunami Aceh Hingga Penyanderaan di Irak
Selepas menamatkan pendidikan S1 di bidang Manufacturing Engineering dari Universitas New South Wales Australia dengan beasiswa Presiden Habibie, Meutya memulai karier di bidang yang jauh dari latar belakang akademiknya, yakni jurnalistik. Meski begitu,
kariernya di dunia jurnalistik berkembang dengan pesat. Awal kariernya di Metro TV membawanya pada berbagai pengalaman berharga, termasuk menjadi salah satu jurnalis yang meliput bencana tsunami Aceh pada 2004. Liputannya tak hanya mendapat apresiasi, tetapi juga mengangkat namanya sebagai jurnalis yang tangguh dan berdedikasi.
Namun, peristiwa yang paling dikenang masyarakat adalah ketika Meutya, bersama kameramennya Budiyanto, disandera oleh pasukan Mujahidin di Irak saat mereka meliput Pemilu Irak tahun 2005. Selama 168 jam, Meutya dan Budiyanto mengalami tekanan fisik dan mental yang luar biasa. Namun, berkat doa dan upaya diplomasi dari pemerintah serta masyarakat Indonesia, keduanya akhirnya dibebaskan.
Pengalaman mengerikan ini dituliskan Meutya dalam buku berjudul "168 Jam dalam Sandera", yang kemudian menjadi salah satu karya paling penting dalam sejarah jurnalistik Indonesia.
Sebagai penghargaan atas dedikasi dan ketangguhannya, Meutya dianugerahi berbagai penghargaan, termasuk Elizabeth O'Neill Award, yang semakin mengukuhkan reputasinya sebagai jurnalis dengan reputasi internasional.
Editor : Ismail