Kuasa hukum eks Kadis BMBK Sumut itu juga mengatakan silahkan beradu bukti pada saat persidangan. Dirinya juga menyebut tidak gentar melawan aparat hukum atau oknum yang menurutnya telah mengkriminalisasi eks kadis BMBK Sumut Bambang Pardede.
"Jadi kita berhadapan, beradu bukti, tapi jangan licik, jangan curang, kalau licik sama curang itu udah hilang itu peranannya. Udah tidak bisa lagi kita hormat. Tapi kalau aparat hukum yang jadi mafia hukum itu yang paling saya benci. Pak Bambang Pardede inilah salah satu contohnya orang yang dikriminalisasi hukum. Tapi kita akan coba kita akan hadapi, yang penting jangan main kasar, kita main fair aja," ucapnya.
Kemudian, Raden Nuh juga sangat merasa aneh, sebab yang menghitung kerugian negara pada dugaan korupsi tersebut bukanlah dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melainkan seorang ahli.
Lebih parahnya, lanjut Raden, penghitungan kerugian negara terhadap proyek peningkatan kapasitas jalan provinsi Parsoburan–Batas Labuhan Batu Utara (Labura) di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) baru dilakukan setelah proyek tersebut selesai di tahun 2021.
"Pekerjaan peningkatan jalan itu sudah serah terimakan, pada tahun 2021.
Mana ada pekerjaan dibuat tahun 2021 baru diperiksa tahun 2024. Itu jalan udah dipakai tiga sampai empat tahun.
Ahli membuat laporan hasil pemeriksaan adanya perbedaan dari volume pengerjaan dari yang tercantum lalu katanya ada kurang Rp 5 miliar," ujarnya.
"Sementara itu sudah ada laporan BPK tidak ada masalah, lalu beraninya ahlinya mengatakan adanya kekurangan Rp 5 miliar. Artinya, ahli menafikan hasil pemeriksaan dari BPK," tegas Raden Nuh.
Maka dari itu, kuasa hukum Bambanh Pardede tersebut menyimpulkan perkara dugaan korupsi tersebut yang membuat terseretnya Kadis BMBK Sumut Pardede merupakan hal yang direkayasa.
"Berangkat dari hal tersebut, saya udah curiga dari awal, saya lihat LAHP BPK-nya tidak ada kerugian negara disitu. Maka dari itu ini merupakan benar-benar yang direkayasa," tutupnya.
Editor : Chris