Sukses Itu Mahal, Bukan Berarti Harus Menggergaji Karier Orang Lain

Baca Juga

Berdebat dengan Pembenci Ibarat Membawa Air ke Laut, Dituangkan Tidak Akan Pernah Penuh

Pastikan itu hanyalah kejayaan yang semu, keberuntungan menipu dan kehancuran yang sudah menunggu.

Sering kusaksikan orang-orang semacam ini , berakhir kesuksesan awalnya dengan kehancuran.

Ia kusebut si “raja tega” yang tak perduli lagi dengan orang-orang yang dia zholimi. Menari diatas kesusahan kawan, berpesta pora dengan harta sahabatnya. Pinjam uang tak bayar-bayar, menumpuk utang di sana-sini, menipu kawan-kawan seiring, menzholimi sahabat seperjalanan.

Baca Juga

Itsar Tingkat Kedermawanan Tertinggi dalam Islam, Kondisinya Seperti Ini

Dia tidak pernah merasakan betapa susah payah sahabatnya mengumpulkan uang seperak demi seperak, dengan mudah dia nikmati atas nama “pinjam dulu” yang pembayarannya tak ada ujung pangkalnya. Cukup baginya menebar sejuta janji palsu.
Atas nama kerja sama, membuat syirkah, usaha bareng dan seterusnya, dia tega, me “makan” kawan sendiri, menodai kesepakatan dibuat. Uang kawan habis ludes, tanpa pertanggung jawaban kecuali hanya mengandalkan “jurus mengelak” yang penuh dengan keculasan.

Pernah kukenal dan bermuamalah dengan orang yang semacam ini. Kulihat tokonya lengkap dan besar, kutitip jual padanya parfum yang nilainya tak seberapa, hanya ratusan ribu saja. Parfumku habis terjual namun uangnya tak kunjung diberi. Teliti punya teliti ternyata sebagian besar barang dagangan didalam tokonya adalah milik orang yang terzholimi sepertiku.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta