get app
inews
Aa Text
Read Next : Putin Sebut Negara Barat Tak Boleh Dibiarkan Memonopoli Pengembangan Kecerdasan Buatan

Ekonomi Rusia Bakal Babak Belur Menyusul Sanksi Eropa dan Amerika Serikat

Sabtu, 26 Februari 2022 | 09:08 WIB
header img
Sanksi ekonomi Uni Eropa ke Rusia bakal melumpuhkan sektor keuangan dan perbankan. Foto/Reuters

JAKARTA,iNews.id - Ekonomi Rusia bakal babak belur menyusul serangan sanksi terkoordinasi bertubi-tubi dari Eropa Barat dan Amerika Serikat.  Sebelumnya Rusia sudah menghabiskan waktu tujuh tahun untuk membangun keuangan yang kuat.

Sayangnya, kini Rusia justru disebut akan sulit mempertahankan kondisi ekonominya itu karena sanksi yang diterima dari Eropa dan Amerika Serikat.

Setelah Rusia memutuskan untuk menyerang Ukraina, Kamis (24/6/2022), Eropa dan Amerika Serikat menghujani Rusia dengan sanksi.

Sanksi itu juga sebagai tanggapan atas keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengirim tank ke Ukraina.

“Pandangan bahwa Rusia tidak akan terpengaruh adalah salah. Efek negatifnya mungkin tidak terasa di depan, tetapi sanksi akan melumpuhkan potensi Rusia dalam jangka panjang,” ujar Direktur Pelaksana Konsultan TS Lombard dan Pengamat Veteran Rusia Christopher Granville.

Rusia disebut juga bisa kehilangan investor asing.

"Sanksi akan memaksa Rusia untuk membiayai sendiri lebih banyak aktivitasnya, membatasi investasi di industri dan militer," kata Pakar Perdagangan dan Sanksi di Peterson Institute for International Economics Jeffrey Schott.

Di mana sanksi yang lebih kuat dapat mencakup penghentian akses Rusia ke sistem pembayaran internasional SWIFT dan pelarangan langsung investasi di Rusia.

Sehingga, nantinya akan kehilangan akses SWIFT yang mempersulit Rusia dalam melakukan pembayaran ekspor dan impor, dan bahkan dapat mencegah pembayaran kupon obligasi, yang memicu kegagalan teknis.

JPMorgan memproyeksikan sanksi ini akan memotong hingga 3,5 poin persentase dari pertumbuhan PDB pada semester kedua 2022.

Dari data Reuters pun terlihat langkah-langkah yang dilakukan Barat sangat beragam, di antaranya pembekuan aset pada banyak bank dan pengusaha Rusia, penghentian penggalangan dana di luar negeri, pembekuan proyek pipa gas senilai $11 miliar ke Jerman dan membatasi akses ke barang-barang berteknologi tinggi seperti semikonduktor.

Namun, Rusia menolak tegas peneraman sanksi itu.

Lalu, negara-negara pemberi sanksi juga tidak dapat segera merusak perekonomian Rusia karena adanya cadangan mata uang sebanyak

$643 miliar, minyak dan gas yang mengalami peningkatan pesat.

Apalagi Rusia mendapatkan julukan negara berekonomi "benteng", di samping surplus transaksi berjalan sebesar 5 persen dari PDB tahunan dan rasio utang terhadap PDB 20 persen, termasuk yang terendah di dunia. Hanya setengah dari kewajiban Rusia dalam dolar, turun dari 80 persen dua dekade lalu.

Granville menyebut kembali kalau lonjakan harga minyak justru akan membuat Rusia mendapatkan tambahan 1,5 triliun rubel ($ 17,2 miliar).

"Rusia pada dasarnya akan diperlakukan sebagai negara berseteru yang terputus dari arus global, investasi, dan interaksi ekonomi normal lainnya yang membangun standar hidup, pendapatan, produktivitas, dan profitabilitas perusahaan," jelasnya.

Tapi prediksi soal tanda-tanda kerentanan ekonomi sudah terlihat.

Karena pendapatan Rusia saat ini masih di bawah level 2014 dan pada 2019, sebelum pandemi COVID-19 melanda.

Tercatat bahwa pendapatan tahunan bernilai $1,66 triliun, menurut Bank Dunia, jauh di bawah $2,2 triliun pada 2013.

Profesor Ekonomi di Sciences Po Prancis dan mantan kepala ekonom Bank Eropa Sergei Guriev pun ikut buka suara.
Dia mengatakan, untuk rekonstruksi dan pembangunan, menunjukkan bahwa PDB nominal per kapita Rusia, dua kali lipat China pada 2013. Namun kini Moskow tertinggal dari Beijing.

"Pada tahun 2013 Rusia adalah negara berpenghasilan tinggi dan secara aktif merundingkan aksesi OECD. Rusia kini kembali ke status berpenghasilan menengah," jelasnya.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut