MEDAN, iNews.id - Kelangkaan minyak goreng di pasaran menyebabkan pergeseran besar konsumsi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dalam negeri.
Pimpinan Pusat Forum Generasi Muda Seluruh Indonesia (Formasi), Ibnu Kaban menilai bahwa saat ini kenaikan harga minyak goreng menyebabkan kelangkaan stok barang imbas kebijakan yang dibuat pemerintah.
"Konsumsi CPO di dalam negeri yang sebelumnya didominasi oleh industri pangan, kini menjadi industri biodiesel," katanya, Jumat (18/2).
Ibnu mengungkapkan, sejak 2020 terjadi lonjakan tajam setelah diterapkannya penerapan Program B20 (20% kandungan CPO dalam minyak biosolar).
"Biang keladinya yang bikin kisruh minyak goreng ini adalah pemerintah karena meninabobokan pabrik biodiesel," tuturnya.
Ibnu menyampaikan, Konsumsi CPO untuk biodisel naik tajam di tahun 2020 menjadi 7,23 juta ton. Mengingat konsumsi di tahun 2019 hanya 5,83 juta ton. Sementara, Konsumsi CPO untuk industri pangan turun di tahun 2020 menjadi 8,42 juta ton. Di mana, konsumsi tahun 2019 hanya 9,86 juta ton.
Ibnu menilai, pola konsumsi CPO dalam negeri yang tengah berlangsung akan terus berlanjut. Bahkan, lewat Program B30 diperkirakan porsi CPO untuk biodiesel akan terus meningkat.
"Jadi karena wajib, konsumsinya naik, sawitnya kan tidak meningkat secepat kebutuhan biodiesel jadi diambil dari minyak goreng ini, industri pangan ini," jelasnya.
Ibnu mengungkapkan, pemerintah juga menjamin pengusaha tidak bakal rugi untuk yang menyalurkan CPO miliknya ke pabrik biodiesel. Sebab, sambung Ibnu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) mengucurkan subsidi jika harga patokan dalam negeri lebih rendah dari harga Internasional.
"Sebaliknya, jika CPO dijual ke pabrik minyak goreng, pengusaha tak mendapatkan insentif seperti itu," jelasnya.
"Dana BPDPKS dinikmati oleh pengusaha besar. Subsidi biofuel ini 79,04%, rakyatnya cuma dapat 4,73%. Jadi ini gila, pemerintah ini tidak ada keberpihakannya kepada rakyatnya," sambungnya.
Ibnu juga mengatakan, bahwa dana sawit yang dikelola BPDPKS sudah mengalirkan puluhan triliun rupiah untuk subsidi pabrik biodiesel. Di mana, 22 pengusaha sawit menikmati kebijakan ini.
"Sekarang pemerintah lebih mengedepankan buat energi, buat perut urusan belakangan. Makanya buat energi dimanja, buat perut tidak dimanja," ungkapnya.
"Jadi jangan cepat menyalahkan pengusaha juga karena pengusaha tidak dilarang untuk dapat untung, tentu saja pengusaha akan mencari bidang yang untungnya lebih banyak. Untungnya lebih banyak kalau dia jual ke biodiesel. Yang membuat seperti itu siapa? Ya pemerintah. Jadi pemerintah ini salah kelola, pemerintah yang tidak bisa memerintah," tegas Ibnu Kaban.
Editor : Odi Siregar