Oleh : Suhendra Atmaja
Penulis adalah Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran, Lecturer dan Peneliti Indonesian Public Watch Integrity (IPWI)
Pemilu 2024 sudah berada di ujung final. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan dan mengesahkan pasangan calon Presiden dan Wapres, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan meraih 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional. Pilpres dihelat cukup satu putaran. Meski masih ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Agenda berikutnya adalah masa transisi menuju pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Oktober 2024. Menyiapkan dan memilah siapa diantara putra putri terbaik bangsa ini untuk diberikan kepercayaan menjalankan amanah menjadi menteri atau pembantu Presiden dan Wapres. Membantu Presiden Prabowo dan Wapres Gibran dalam menjalankan roda organisasi pemerintahan dan menyediakan kebutuhan rakyat.
Prabowo Subianto bersama pasangannya Gibran Rakabuming Raka akan meneruskan estafet Pemerintahan yang telah dirintis oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun. Harus diakui, Jokowi telah berhasil menorehkan banyak sejarah pembangunan infrastrutur yang menjadi legacy.
Jokowi juga mampu menjaga kestabilan perekonomian Indonesia ditengah hantaman krisis ekonomi dunia akibat Pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina dan Timur Tengah.
Era pemerintahan 2024-2029 bukanlah masa dan situasi yang mudah. Tantangan dan ancaman selalu menjadi perhatian besar bagi pemimpin baru Indonesia, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Terutama tantangan dalam menjaga ritme dan kestabilan perekonomian. Ditengah kelesuan dan pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun akibat gejolak resesi dunia, tim ekonomi Kabinet pemimpin baru Prabowo-Gibran harus kuat. Jangan lagi tim ekonomi Kabinet pemerintahan mendatang banyak diisi dari kalangan parpol yang kinerjanya naik turun.
Apalagi jika menjelang pemilihan atau pesta demokrasi, rata-rata menteri yang berasal dari kalangan partai politik lebih menyibukkan diri menghadapi Pemilihan Legislatif untuk mengamankan kursi di partai dan sibuk memenangkan calon Presiden.
Saatnya pemerintahan Prabowo-Gibran mengisi komposisi kabinetnya lebih besar porsi kalangan profesional ketimbang "titipan" dari partai politik pengusung atau koalisi. Kabinet harus diisi sosok profesional yang berasal dari latar belakang bankir, akuntan, internal birokrasi, TNI, pebisnis, ekonom, rektor/dekan, Polri, Hakim MK, dokter, ahli kimia, atlet, dan aktivis anti korupsi.
Sehingga mereka akan bekerja secara profesional dalam membantu Presiden Prabowo Subianto mengatasi kendala dan masalah yang potensial akan dihadapi. Diantaranya, pemasukan anggaran dan belanja negara yang cenderung minus dari tahun ke tahun sehingga meningkatkan jumlah utang luar negeri. Pemasukan dari sisi pajak negara, pendapatan lainnya dari kekayaan negara.
Oleh karena itu, Presiden terpilih Prabowo Subianto dan pasangannya Gibran Rakabuming Raka harus mampu menseleksi, memilih dan menunjuk sosok yang memiliki kompetensi, keahlian, pengalaman, dan integritas.
Penulis sangat setuju dan mengapresiasi pernyataan dari Bapak Prabowo Subianto yang berjanji akan mengisi posisi Menteri Keuangannya dari kalangan bankir yang memiliki jejak rekam kemampuan financial engineering dan teknologi digital.
Seharusnya niat baik Pak Prabowo mengisi kabinetnya sebagian besar akan berasal dari kalangan profesional perlu didukung maksimal. Misalnya jika "bendahara negara" akan diangkat dari kalangan profesional bankir atau ahli keuangan berpengalaman, maka seyogyanya Menteri Luar Negeri (Menlu) idealnya diisi diplomat yang jago melobi ekonomi dan investasi dari luar negeri.
Sosok Menlu ke depan adalah profesional yang mampu "menjual" Indonesia bisa meningkatkan kerjasama bisnis dan ekonomi. Harus dipikir ulang oleh presiden dan wapres terpilih, jika terlalu banyak memasukan Menteri dari kalangan parpol, dibanding kalangan profesional.
Menlu harus paham investasi internasional, perdagangan internasional dan barier-barrier kesepakatan dunia. Sebagai contoh ketika Presiden Jokowi mampu menghadapi tekanan negara Uni Eropa seperti soal perdagangan kelapa sawit dan isu hilirisasi.
Oleh sebab itu Presiden Prabowo ke depannya harus dibantu sosok Menlu yang ahli bernegosiasi, memiliki jaringan dan pengaruh luas di percaturan dunia terutama kalangan pebisnis internasional.Jabatan Menteri Pertahanan juga harus diisi sosok berpengalaman yang telah memimpin manajemen pertahanan secara strategis dan berpikir global. Dan banyak menteri lainnya yang harus diisi dari kalangan profesional.
Sejarah telah mencatat di era pemerintahan Indonesia baru berdiri pada tahun 1950an. Dimana negara dan pemerintahan yang dipimpin Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno masih mencari bentuk, Indonesia pernah menerapkan zaken Kabinet atau kabinet yang diisi oleh para profesional di bidangnya.
Sejarah mencatat The founding father Ir Soekarno saat itu pernah bereksperimen. Beliau menjajal konsep zaken kabinet, yakni suatu kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli, profesional dan bukan representasi dari suatu partai politik tertentu. Fungsi dan tujuan kabinet zaken adalah menghindari terjadinya malfungsi kabinet. Juga menghindari terjadinya praktik korupsi di kabinet dan memaksimalkan kinerja dari para menteri anggota kabinet.
Era kabinet Djuanda menjadi zaken kabinet pertama yang dilakukan Bung Karno. Pada 9 April 1957, Soekarno membentuk Kabinet Djuanda dan ketuanya adalah Djuanda Kartawidjaja. Djuanda merupakan seseorang yang tidak terikat partai manapun dan sebelumnya telah beberapa kali menjabat sebagai menteri. Djuanda memimpin para menteri dari kalangan profesional dan bukan dari kekuatan partai politik. Masa kepemimpinan Kabinet Djuanda berlangsung dari 9 April 1957 sampai dengan 5 Juli 1959.
Akankah kepemimpinan kedepan akan memilih zaket kabinet atau hanya konposisi partai politik atau penggabungan antara komposisi partai politik dan zaken kabinet ? kita tunggu gaiss.. okegas..
Editor : Odi Siregar