JAKARTA, iNewsMedan.id - Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh seorang pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah masih lekat diingatan publik. Ia melakukan hal tersebut melalui fitur siaran langsung di media sosial pada Selasa (25/7/2023) lalu.
Ternyata bukan hanya di Banyumas, kasus bunuh diri sudah banyak terjadi di tengah masyarakat. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sedikitnya ada 703.000 kasus bunuh diri setiah tahun. Tercatat pada 2019, kasus bunuh diri banyak terjadi di usia 15-29 tahun dan tentunya mempengaruhi keluarga, komunitas, dan seluruh negara serta berdampak jangka panjang bagi orang-orang yang ditinggalkan.
Sebelumnya kita tahu kalau kasus bunuh diri banyak terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun faktanya sebanyak 77 persen kasus bunuh diri global terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 2019.
Dilansir dari website WHO, Rabu (26/7/2023) banyak orang yang berisiko melakukan tindakan bunuh diri. Hal itu terjadi pada mereka yang memiliki gangguan mental seperti depresi hingga pengaruh alkohol. Di negara berpenghasilan tinggi banyak orang yang melakukan bunuh diri karena tekanan hidup yang berat, mulai dari masalah ekonomi, penyakit kronis, kandasnya hubungan dengan pasangan, dan lain sebagainya.
Angka bunuh diri juga tinggi di antara kelompok rentan yang mengalami diskriminasi, seperti pengungsi dan migran, masyarakat adat, orang lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks (LGBTI), dan tahanan. Sejauh ini faktor risiko terkuat untuk bunuh diri adalah percobaan bunuh diri sebelumnya.
Editor : Odi Siregar