JAKARTA, iNewsMedan.id - Igantius Waluyo atau akrab disapa Kusni Kasdut merupakan perampok legendaris yang dihukum mati pada 1969.
Total,ia sudah kabur dari penjara sebanyak 8 kali. Terakhir, Kusni kabur pada 10 September 1979. Namun, dia berhasil tertangkap lagi pada 17 Oktober 1979. Kusni dieksekusi mati pada 16 Februari 1980.
Eksekusi dilaksanakan dengan mulus oleh 12 orang dari regu tembak.Tiga buah pelor tepat mengenai jantung dan lima peluru lainnya yang bersarang di perut menjadi bukti eksekusi terhadap penjahat kambuhan itu telah dilaksanakan.
Kusni Kasdut telah menjalani hukuman ditembak sampai mati pada 16 Februari 1980 sekitar pukul 04.35 WIB. Kusni Kasdut, lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur, 1929 itu divonis mati oleh Pengadilan Semarang pada 1969.
Sepuluh tahun kemudian Kusni dieksekusi, yakni pada 1980. Selama jeda menanti eksekusi, Kusni sering merepotkan para sipir.Dalam beberapa sumber Dalam buku “Kusni Kasdut”, Parakitri menulis, Kusni Kasdut bukan berasal dari Blitar dan Malang.
Kusni lahir di Desa Bayan Patikrejo Kabupaten Tulungagung. Kendati demikian publik telanjur lebih memercayai Kusni Kasdut berasal dari Blitar. Kusni sendiri pada saat sedang menunggu keputusan atas permohonan grasinya dari Presiden Soeharto sempat kabur.
Namun dapat ditangkap kembali dan akhirnya menjalankan pidana matinya. Ia menjalani hukuman mati di depan regu tembak pada 16 Februari 1980. Sebelum ajal menjemputnya, Kusni secara ikhlas memutuskan menjadi pengikut setia Katolik.
Hal itu setelah berkenalan dengan seorang pastor yang menyentuh hatinya secara pribadi. Kusni Kasdut mengkspresikan rasa cinta pada agamanya tersebut dengan membuat beberapa karya seni selama di penjara.
Ia juga pernah membuat sebuah lukisan yang merupakan ekspresi iman, yang terbuat dari gedebog pohon pisang. Setelah lukisan gedebog pisang itu selesai Kusni Kasdut memberikan lukisannya itu kepada Gereja Katedral Jakarta sebagai tanda terima kasihnya.
Beberapa hari setelah itu, Kusni Kasdut ditembak mati. Dalam lukisan tersebut tergambarlah dengan rinci Gereja Katedral lengkap dengan menara dan arsitektur bangunannya yang unik. Sampai sekarang masih tersimpan rapi di Museum Gereja Katedral Jakarta.
Editor : Odi Siregar