Tetapi, jelas Abyadi, banyak kemudian peserta PPDB yang diluar zonasi, agar bisa masuk ke sekolah favoritnya, kemudian menumpang KK atau membuat KK baru di daerah yang masuk dalam zonasi.
Disebutkan, inilah yang banyak terjadi. Meski dibenarkan menumpang KK pada anggota keluarga lain atau membuat KK baru, tapi harus sesuai ketentuan, minimal sudah 1 tahun domisilinya, dan itu dibuktikan dengan Suket dari Disdukcapil yang menerangkan kalau peserta PPDB yang menumpang KK atau KK baru, sudah berdomisili di alamat yang tertera lebih dari 1 tahun.
"Tapi yang kita temukan, Suket yang digunakan tidak sesuai ketentuan, karena yang diterangkan adalah waktu penerbitan nomor KK, bukan sudah berapa lama peserta PPDB yang menumpang KK berdomisili di alamat dalam KK. Kemudian kita juga temukan bahwa KK yang ditumpangi peserta PPDB kita duga bukan keluarganya. Itu karena baik agama maupun suku peserta PPDB berbeda dengan pemilik KK yang ditumpangi, ditambah lagi dengan Suket nya yang tak sesuai, sehingga kuat dugaan ada permainan dalam penerbitan KK dimaksud," jelas Abyadi.
Selain di SMAN 1, Ombudsman Sumut juga mendapat laporan masyarakat hal yang sama juga terjadi dalam penyelenggaraan PPDB di SMAN 2 Medan. "Kasusnya sama, masalah Suket yang tak sesuai. Selain di 2 sekolah ini, kita yakini ini juga terjadi di sekolah-sekolah favorit lainnya baik SMA maupun SMK," ucap Abyadi.
Atas temuan ini, Ombudsman Sumut kemudian melakukan koordinasi dengan Ketua Panitia PPDB Basir Hasibuan dan Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut Murdianto, agar pihak Panitia PPDB Dinas Pendidikan Sumut dapat melakukan verifikasi faktual, terutama terkait penggunaan Suket yang tak sesuai ketentuan.
"Ini demi keadilan bagi peserta PPDB yang memenuhi syarat zonasi tapi tak mendapat haknya. Verifikasi ulang harus dilakukan Panitia, peserta PPDB yang tak sesuai ketentuan harus dicoret, meski sebelumnya dinyatakan lulus oleh pihak sekolah," ujar Abyadi.
Editor : Ismail