Sahat juga turut mendesak Kejaksaan Agung RI dan KPK menelusuri anggaran renovasi stadion dan fasilitas latihan yang nilainya fantastis. Ia menyebut sejumlah pekerjaan yang menggunakan uang APBN untuk Piala Dunia U-20 antara lain untuk Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah Rp 2 miliar;
Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Bali Rp 3,1 miliar; Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan Rp 2,4 miliar.
Selain itu, Sahat menyebut, biaya Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah Rp 78,8 miliar; Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Bali Rp 152 miliar; Renovasi Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan Rp 83 miliar.
"Total anggaran APBN untuk rehabilitasi venue Piala Dunia U-20 sekitar Rp 322 miliar. Padahal Piala Dunia U-20 batal digelar. Yang menikmati uang APBN untuk mempercantik stadion - stadion tersebut pada akhirnya kan pihak swasta sebagai pengelola atau operator klub peserta Liga Indonesia," tegas Sahat.
Lebih lanjut, Sahat menyampaikan bahwa seharusnya stadion-stadion dan venue yang direnovasi dan diperuntukkan untuk Piala Dunia U-20 memakai APBN agar sesuai standar FIFA.
Kemudian, tidak boleh dipakai sebelum dilakukan audit menyeluruh anggaran Kemenpora, PSSI dan Kementerian PUPR pasca batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Editor : Odi Siregar