JAKARTA, iNewsMedan.id - Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98, Sahat Simatupang mendesak Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut penggunaan uang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk persiapan dan anggaran renovasi sejumlah stadion dan fasilitas latihan untuk tim Piala Dunia U-20.
Sahat mengatakan, setelah Federation Internationale de Football Association (FIFA) mencoret Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan U-20, sejumlah fasilitas yang dibangun sejak tahun 2021 lalu harus diusut penegak hukum.
"Ratusan miliar uang negara bersumber dari APBN dikucurkan untuk mempersiapkan Timnas Indonesia ke ajang Piala Dunia U-20 dan untuk membangun stadion dan fasilitas latihan tim peserta Piala Dunia U-20," kata Sahat Simatupang, Sabtu (1/4/2023).
Sahat menilai perdebatan penyebab kegagalan Indonesia sebagai tuan rumah sudah harus diakhiri. Namun, sambung Sahat, APBN yang dipakai harus dipertanggungjawabkan karena nomenklatur penggunaan uang negara tersebut diperuntukkan ke Piala Dunia U-20.
"Oke kami sepakat dan mendukung pernyataan Pak Jokowi agar tidak saling menyalahkan penyebab dicoretnya Indonesia sebagai tuan rumah. Namun uang APBN itu harus dipertanggungjawabkan.Piala Dunia U-20 tahun 2023 adalah penundaan yang seharusnya digelar 2021," jelas Sahat.
Sahat menambahkan, PSSI menerima APBN untuk persiapan Piala Dunia U-20 tahun 2021. Tapi, karena turnamen batal maka tak lagi berhak atas anggaran itu. Alhasil, FIFA menjadwalkan ulang dan menyetujui penyelenggaraan pada 2023.
Setelah itu, ujar Sahat, FIFA ternyata mencoret Indonesia sebagai tuan rumah akibat isu yang dihembuskan sejumlah politisi untuk menolak keikutsertaan Timnas Israel.
"Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana pertanggungjawaban anggaran yang diberikan pemerintah lewat Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk persiapan Timnas U-19 Indonesia menuju Piala Dunia U-20 2023 yang gagal itu. Pemerintah menganggarkan Rp50,6 miliar untuk persiapan skuad asuhan Shin Tae-yong yang akan tampil di Piala Dunia U-20," terang Sahat.
Sahat juga turut mendesak Kejaksaan Agung RI dan KPK menelusuri anggaran renovasi stadion dan fasilitas latihan yang nilainya fantastis. Ia menyebut sejumlah pekerjaan yang menggunakan uang APBN untuk Piala Dunia U-20 antara lain untuk Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah Rp 2 miliar;
Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Bali Rp 3,1 miliar; Konsultan Manajemen Konstruksi Renovasi Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan Rp 2,4 miliar.
Selain itu, Sahat menyebut, biaya Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah Rp 78,8 miliar; Renovasi Venue Utama dan Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Bali Rp 152 miliar; Renovasi Lapangan Latihan Piala Dunia U-20 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan Rp 83 miliar.
"Total anggaran APBN untuk rehabilitasi venue Piala Dunia U-20 sekitar Rp 322 miliar. Padahal Piala Dunia U-20 batal digelar. Yang menikmati uang APBN untuk mempercantik stadion - stadion tersebut pada akhirnya kan pihak swasta sebagai pengelola atau operator klub peserta Liga Indonesia," tegas Sahat.
Lebih lanjut, Sahat menyampaikan bahwa seharusnya stadion-stadion dan venue yang direnovasi dan diperuntukkan untuk Piala Dunia U-20 memakai APBN agar sesuai standar FIFA.
Kemudian, tidak boleh dipakai sebelum dilakukan audit menyeluruh anggaran Kemenpora, PSSI dan Kementerian PUPR pasca batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Editor : Odi Siregar