Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, beredarnya produk thrifting akan memukul pelaku usaha dengan orientasi pasar domestik. Bahkan, menurutnya, tidak sedikit yang banting setir ikut jualan produk pakaian impor bekas karena marginnya lebih besar, dan hemat biaya tenaga kerja.
"UMKM yang menjual kembali produk barang bekas sebagai reseller pun sebenarnya menjadi kanibal dengan UMKM lain di sektor produksi pakaian jadi. Kerugian penjualan produk thrifting terhadap ekonomi bisa mencapai Rp4,2 miliar setahun, dan dalam rata-rata 10 tahun terakhir bisa mencapai Rp42 miliar," tuturnya.
Direktur Eksekutif Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Riza Muhidin berpendapat, thrifting pakaian bekas impor akan mematikan industri dalam negeri. Bahkan jika ini terus berlanjut akan berdampak pada serapan tenaga kerja di lapangan pada industri tekstil.
"Bisa dibayangkan kalau fenomena ini terus berlanjut berapa banyak pakaian bekas yang akan datang di Indonesia. Bisa-bisa kita menjadi tempat pembuangan pakaian bekas dari seluruh dunia. Akhirnya, pasar domestik penuh dengan pakaian bekas dan industri dalam negeri tidak dapat tumbuh. Tenaga kerja tidak dapat terserap secara optimal,” ucap dia.
Editor : Chris