Sedangkan, dropship hanya bisa dapat melakukan pemasaran di dunia maya karena tidak memiliki stok barang. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah memuat foto produk yang akan dijual dengan kualitas sebaik mungkin, disertai info detail produk, serta hal-hal lainnya yang perlu diketahui calon pembeli sebelum mereka memesan produk.
3. Stok Barang
Seorang reseller harus membeli barang terlebih dahulu kepada pemasok atau produsen untuk dijual kembali ke konsumen. Biasanya pemasok atau produsen akan menetapkan jumlah barang yang harus kita beli, tentu harganya di bawah pasaran. Reseller juga harus memantau stok barang yang dimiliki serta barang apa saja yang diminati konsumen. Selain itu, reseller juga mengurus pengiriman barang kepada konsumen.
Sementara, Dropship tidak perlu membeli barang untuk dijual. Oleh karena itu, tidak usah pusing memikirkan stok barang. Hanya perlu mempromosikan lewat toko daring, medsos, atau situs web yang dimiliki pemasok atau produsen. Jika ada konsumen, pesanan langsung dioper ke produsen atau pemasok. Dropshipper hanya fokus memasarkan dan menarik konsumen sebanyak-banyaknya.
4. Risiko
Risiko menjadi reseller adalah barang yang dibeli dari pemasok atau produsen tidak habis terjual. Untuk mencari jalan keluarnya agar barang yang dibeli habis, bisa dengan memberikan diskon atau melakukan give away.
Sedangkan, risiko yang mungkin dialami dropship sangat minim. Risiko menjadi dropshipper mungkin hanya mendapat keluhan atau protes dari pembeli.
Editor : Odi Siregar